Papa, hari ini rasanya hatiku nyilu sekali...
Melihat pandangan sinis orang-orang, bukan, maksudku
teman-temanku.
Apakah berjalan di depan mereka adalah kesalahan? Mereka
tersenyum di depan tapi mencibir di belakang. Sungguh aku baru tahu bahwa yang
seperti itu benar-benar ada.
Dunia tidak seramah itu ya ternyata? Bahkan wajah-wajah
ramah itu, mungkin aku harus menyelidiki dengan teliti, berapa lapis topeng
yang mereka gunakan di depanku?
papa, mungkin karena aku jauh dari rumah, yang terdengar
hanya ocehan sumbang. Tanpa ada suara merdu yang menguatkan. Seperti suara mama.
Tapi setelah aku renungkan lagi, memangnya apa yang bisa
anakmu perbuat terhadap mereka?
Lalu aku ingat mama pernah berkata, jika nanti kamu bertemu
orang-orang semacam itu, yang perlu kamu lakukan hanyalah tunjukkan kemampuan
terbaikmu. Bahwa kamu memang pantas berada di atas mereka. Bukan malah menangis.
I am trying. Tapi anakmu yang manja ini malah menangis
menjadi. Mungkin karena masih terlalu lemah. Tak sekuat kalian.
Motivasiku hanyalah menyelipkan sedikit kebanggaan di hati
kalian memiliki anak sepertiku. Siapa mereka yang berhak menghancurkan impianku
itu? Aku berjanji, tidak akan gentar karena ini. Karena sekarang mottoku bukan
lagi “anak mama selalu baik” tapi “anak mama selalu kuat. Setegar mamanya.”