Rabu, 21 Januari 2015

Papa, hari ini rasanya hatiku nyilu sekali...
Melihat pandangan sinis orang-orang, bukan, maksudku teman-temanku.
Apakah berjalan di depan mereka adalah kesalahan? Mereka tersenyum di depan tapi mencibir di belakang. Sungguh aku baru tahu bahwa yang seperti itu benar-benar ada.
Dunia tidak seramah itu ya ternyata? Bahkan wajah-wajah ramah itu, mungkin aku harus menyelidiki dengan teliti, berapa lapis topeng yang mereka gunakan di depanku?
papa, mungkin karena aku jauh dari rumah, yang terdengar hanya ocehan sumbang. Tanpa ada suara merdu yang menguatkan. Seperti suara mama.
Tapi setelah aku renungkan lagi, memangnya apa yang bisa anakmu perbuat terhadap mereka?
Lalu aku ingat mama pernah berkata, jika nanti kamu bertemu orang-orang semacam itu, yang perlu kamu lakukan hanyalah tunjukkan kemampuan terbaikmu. Bahwa kamu memang pantas berada di atas mereka. Bukan malah menangis.
I am trying. Tapi anakmu yang manja ini malah menangis menjadi. Mungkin karena masih terlalu lemah. Tak sekuat kalian.

Motivasiku hanyalah menyelipkan sedikit kebanggaan di hati kalian memiliki anak sepertiku. Siapa mereka yang berhak menghancurkan impianku itu? Aku berjanji, tidak akan gentar karena ini. Karena sekarang mottoku bukan lagi “anak mama selalu baik” tapi “anak mama selalu kuat. Setegar mamanya.”