Hari ini, 26 April 2015. Tepat satu
bulan yang lalu aku dan kedua belas temanku resmi menyandang gelar Sarjana
Pendidikan dari Universitas Trunojoyo Madura. Duh, kalo inget hari itu, rasa
campur aduk yang aku rasain, kalo diibaratkan gado-gado, itu adalah gado-gado
ternikmat yang bahkan seorang Chef Juna bakal mengomentari dengan kata “welldone!”.
Ada rasa lega, ada rasa bahagia, ada rasa bangga, ada rasa terharu, ada rasa
sedih, ya kayak gado-gado yang benar-benar dinikmati tiap suapnya. Kadang ada
krupuk yang gurih, kadang ada sambel yang pedes.
Paling mengesankan waktu namaku
disebut untuk pengukuhan yudisiawan, “Desi Faizah Cahyati, S.Pd”, then my heart
answered, “Yes, I am”. Well, S.Pd itu hasil selama 3,5 tahun. Hehe
Ya, itu masa bahagianya. Sekarang aku
sudah berpindah halaman. Dari dunia akademik sebagai mahasiswa, ke dunia nyata,
sebagai sarjana, seperti ribuan sarjana lainnya. Dan lagu “sarjana muda” nya
Iwan Fals berasa pas banget jadi theme
song mengiringi satu bulan hidupku pasca wisuda.
Engkau sarjana muda resah mencari kerja
Mengandalkan ijazahmu
Empat tahun lamanya
bergelut dengan buku
Sia-sia semuanya
Hiks... it is the real life, it is
the jungle. And I am not the lion, I am not the tiger.
Mau ngajar di SD, ternyata gak
sepolos yang aku kira. Impian selama menjadi mahasiswa pendidikan buat ngajar
di pelosok negeri pun, kandas seketika, kebentur restu orangtua. Hiks...
“kalo kamu sampe berangkat kesana,
dijamin mama gak bisa makan, gak bisa tidur mikirin kamu. Kamu mau?”
Aku menggeleng. Meski sebenernya
dalam hati membatin, “kalo laper pasti makan, kalo ngantuk pasti tidur” (oke
ini rada gak sopan, hehe)
Setelah percakapan mendalam,
sebenernya alasan satu-satunya mereka memberi izin adalah, tidak pasrah melepas
anak paling kecil ini ke perantauan. Ya kalo kamu anak terakhir, siap-siap
menerima resiko ini.
Beberapa hari kemudian, dengan
sedikit merengut aku berkata “masak aku mau sampe mati di sumenep terus?”
And the answer is, “nggak juga. Kalo
kamu dapet pekerjaan di luar kota gak pa-pa. Asal jangan sampe keluar Jawa. Terlalu jauh. Atau misalnya
nanti ikut suami, itu juga gak pa-pa. Sudah tanggung jawab suami.”
Skak! Gak ngomong lagi.
Baiklah, mengalah. Mencari pekerjaan
sebagai guru Sekolah Dasar di kota sendiri pun, harus cukup bersabar. Sempat terpikir
buat mencari pekerjaan yang melenceng dari jurusan kuliah, tapi kok rasanya
sedih dan gak rela banget. Karena selama kuliah dulu, yang kebayang aku bakal
kerja di depan ruang kelas, bercengkrama sama murid-murid dan menertawakan
tingkah mereka yang selalu ‘ada-ada aja’. Lalu mereka berebutan mencimu
tanganku sepulang sekolah. Atau mengoceh kepadaku tentang apa saja. Dih, seneng
banget ngebayanginnya. Toh, kalau nanti akhirnya aku memilih pekerjaan lain
selain guru, akan aku catat disini, biar aku sendiri ingat, bahwa saat itu aku akan
selalu merindukan saat-saat berada di depan kelas, berada di sekeliling
murid-murid.
Kenapa? Karena kehidupan ini gak
seideal yang aku bayangin. Tapi aku akan berusaha untuk terus berprasangka
baik.
Ah, malah sekarang aku dapat
pemikiran baru. Siapa bilang aku terkungkung karena pembatasan area oleh
orangtuaku. Yang dibatasi kan Cuma area, tapi yang laiinya nggak. Hihi... oke! Insyaallah
dimanapun itu, yang bermanfaat tetap akan berguna dan berharga. J
Ya, in this jungle, I am not a lion, I am not a tiger. But surely,
I am a fighter. J