Sabtu, 16 Mei 2015

just a "flashback" :)

Hubungan manusia itu unik ya. Sesekali pasti sempet terlintas kan dipikiran kalian, “kok bisa ya aku sahabatan sama dia?” bahkan gak jarang ada tambahan “padahal dulu aku benci sama dia. Gak seneng.”
Sekarang ini aku juga lagi bernostalgia dalam pikiran dan kenanganku sendiri, dan menanyakan hal yang sama, “kok bisa ya aku sahabatan sama dia?” pastinya semua orang punya cerita uniknya tersendiri tentang sejarah bagaimana sebuah ikatan bernama persahabatn itu terjalin. Dan coba dipikir dalam-dalam, persahabatan yang awet itu terjalin secara alami.
Dimulai sejak aku tahu istilah teman atau sahabat, selain dua mbakku, aku sudah mengenal manusia bernama mbak ita, mbak ayu, dan mbak ila. Karena aku yang paling muda diantara mereka, bisa dipastikan bahwa aku sudah bertemu mereka semenjak bayi. Hehe... kalau dibilang persahabatan kami terjalin karena besar di lingkungan yang sama, memang benar. Dan sampai hari ini aku bersyukur bisa tumbuh bersama mereka. Lingkungan yang sama tidak menjamin kami memiliki karakter yang sama. Secara garis besar, diantara kami berempat, I am the introvert one. Mereka bertiga lebih ekstrovert. Terbuka, dan lincah dalam bergaul. Lebih detail lagi, akan ditemukan banyak perbedaan. Dari sikap positif seperti humoris, perduli, keibuan, easy going, sabar, pemaaf, sampai yang negatif seperti keras kepala, cuek, gak bisa dibilangin dan lain-lain. Tapi ya kami tetap saja berempat macam girlband. Meski kadang ada selisih paham, tapi kami gak pernah berantem serius. Paling ya pagi marahan, siang udah ngobrol lagi, hehe...
Yang paling diingat itu hal-hal konyol yang kita lakuin waktu kecil. Dulu tuh bak Ila seolah-olah jadi ketua geng-nya, karena apa aja yang dia  suruh pasti kita lakuin. Aneh, kalo dipikir sekarang. Dan sumpah dia itu isengnya maksimal. Pernah nih ya kita makan garam banyak banget sampai pahitnya di kerongkongan gak ketulungan, Cuma gara-gara apa coba? Cuma gara-gara dia bilang “makan garam itu bisa bikin kita terbebas dari penyakit tekanan darah tinggi”. Entah dia mendapat ilham darimana. Ckckck
Yang paling konyol, ada. Dia nadahin ‘gas’nya (kentut) ke botol, trus kita mau-maunya menghirup isi botol itu hanya demi membuktikan sebuah teori bahwa, “gas itu ada, dan bisa menempati sebuah wadah tanpa merubah baunya.” Tetep baulah, haha.. namanya juga tetep kentut meskipun sempet ditransfer ke botol beberapa detik.
Dikejar orang gila karena ngikutin dia, juga pernah. :D pokoknya banyak kejadian konyol bin gak penting kalo ngikutin bak Ila, tapi selalu seru, haha
Bak Ayu, orang perantauan di desa kami. Ibu asli Bojonegoro, Bapak dari Tuban. Dari kecil tinggal di Madura. Tapi, gak bisa ngomong Bahasa Jawa, gak bisa ngomong Bahasa Madura juga. Untung banget kan ada Bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Jadi dalam berkomunikasi dia  pake Bahasa itu. Ajaib. Anak ini tuh gak seneng basa-basi. Dari sakingnya, dia itu mengartikan “anggep aja rumah sendiri” dalam artian yang sebenarnya. Bahkan dia lebih sering tidur di rumahku daripada di rumahnya sendiri. Serius. Haha... dan mungkin malah lebih kangen sama mbahku daripada sama mbahnya sendiri. Ah, dia memang terlalu menyayangi keluargaku. Jadi terharu, hiks hiks srooot....
Bak Ita yang paling seumuran sama aku. Hanya selang beberapa bulan. Dari kecil kita itu beda banget, seperti antonim. Dia berkulit kuning, aku berkulit coklat. Dia berbadan kecil, aku berbadan besar dan berisi (bahkan waktu pertama bisa duduk, penampakanku seperti seorang petinju, kekar dan hitam, dan... gundul). Setiap kami berdua melewati rumah mbak Ila, Mak Mi (Ibunya mbak Ila) selalu memanggil kami dengan sebutan ‘se celleng’ (si hitam) buat aku, dan ‘se kotet’ (si boncel) buat bak ita. Sedari kecil dia selalu tampil feminim dengan rambut panjang dan baju yang girly, sedangkan aku, rambutku selalu pendek dan tidak pernah mau memakai rok. Dia sangat suka tampil, sedangkan aku pemalu. Tapi kemanapun kami selalu berdua, kayak Upin dan Ipin kali ya... dari saking seringnya berdua, banyak orang yang bilang kalau wajah kami sekilas mirip, padahal, sudah jelas kami berbeda dari kecil. Entahlah,, hehe. Jojoy juga pernah bilang “makanya jangan sama Ita trus, sampai-sampai wajahnya jadi mirip gitu”. See?
Menginjak masa SMP, aku yang introvert ini kembali dipertemukan dengan sahabat yang ekstrovert. Dua sekaligus. Ani dan Anggia. Aku kenal Ani dari kelas ! SMP. Tawanya yang khas selalu terkenang. Seperti mak lampir (hihi, sorry Ani). Dia dari Jember. Medoknya itu, kental sekali. Kalau dia ngomong, seisi kelas bisa dibuat tertawa. Selain Ani yang kocak, juga ada Hotim, anak sederhana dan bersahaja. Pendiam dan rajin. Anak yang lurus.
Nah, Anggia. Inget bangeeet pertama kali ketemu sama orang ini. Hari pertama masuk kelas VIII-4. Kesan pertama itu, “anak ini aneh banget”. Dengan rambutnya yang keriting gede, agak pirang, postur tubuh tinggi dan kurus, kaos kaki dengan karet yang sedikit kedodoran (dih sumpah dia itu dulu culun banget, bahkan itu betisnya kadang ada sisiknya, gak pake lotion tuh anak kali, haha) berdiri di depanku tolah-toleh, trus nanya “eh disini bangkunya kosong?” dengan satu anggukanku, jadilah kami teman sebangku di kelas itu.
Di awal, kadang suka kesel sendiri dengan teman sebangku yang gak bisa diem. Tempat duduk kami yang mepet tembok, kadang membuatku kesel sendiri karena badannya yang tinggi itu sering menghalangi pandanganku ke papan. Itu di awal aja sih, karena setelah beberapa hari, aku mulai bisa menyesuaikan. Dan luckyly, we have the same hobby. We both like wathching movie and reading novel. Jadilah kami bersatu saling bertukar cerita tentang film dan novel apa saja yang sudah pernah dibaca. Dari situ, kita berdua keranjingan sama yang namanya Harry Potter. Nonton bareng filmnya (pinjem VCD di rental), nunggu antrian pinjem novelnya (gia malah sampai beli), dan ngoleksi foto-fotonya (dulu, punya foto dari film yang kita suka itu something banget. Berharga banget, gak kayak sekarang. Bahkan si gia punya kebiasaan unik buat nonton Harry Potter. Diputar 3 kali. Sesi pertama beneran nonton, sesi kedua untuk motret adegan pake kamera hape, sesi ketiga adalah waktunya menikmati wajah rupawan Daniel Radcliffe). Apalagi ternyata dia sama penghayalnya seperti aku. Imajinasi kami terlalu tinggi buat anak seumuran itu. Haha. Trus kelas 2 SMP itu juga kan udah masanya puber, udah mulai naksir-naksir cowok gitu, hihi. Jadilah kita teman curhat dalam masalah yang satu ini. Apalagi Gia yang waktu itu naksir teman sekelas kami, cowok spektakuler di Sekolah pada masa itu. N, nama samarannya, haha aku masih inget. I have kept your secret till now, bibeh. ;)
Makin lama kayaknya kita makin klop aja, dan makin jodoh. Kenapa dibilang jodoh? Di SMA kita satu sekolah lagi, dan sampai kami berumur seperti sekarang, kami masih lengket, seperti pasangan lesbi kata Gia. Ck ck ck

SMA? Lain lagi ceritanya....
Panjaaaaaang.... lanjut lagi kuliah?? Lain lagiii haha
Every season has a unique story, and it just like a season for my own drama series, J

See you next chapter in my next story