"ciluk ba", kami berdiri berhadapan, namun hanya kata itu yang tiba-tiba keluar dari mulutku. mesli lirih, kuucapkan dengan penuh penekanan, karena aku yakin pasti sampai dengan sempurna di telinganya. jalan kecil di depan rumahku, tidak ada keramaian yang berarti. hanya suara kayuhan sepeda penjual kerupuk keliling beberapa saat lalu. jalan kecil di depan rumahku, adalab tempat kami berdiri saat ini, tapi aku tidak akan mempersilahkannya masuk. tidak akan.
"Ya?" tanyanya
"kamu tahu kenapa anak kecil tertawa saat bermain ciluk ba?" aku tidak menunggu dan tidak ingin mendengar jawabannya, "saat wajah ditutup, " aku menutup wajah dengan kedua telapak tanganku "seperti ini, mereka pikir kita hilang. lalu, ciluk ba!" ku buka telapak tangan yang menutupi wajah, "orang yang hilang sudah ditemukan. dan mereka tertawa. karena memang rasanya menyenangkan sekali mendapati orang yang menghilang, kembali lagi."
aku menghela nafas. berharap tindakan ini bisa mengontrol emosiku.
"aku suka bermain ciluk ba. tapi dulu, ketika aku masih balita. kalau kamu mengajakku bermain lagi, sekarang, aku kira permainannya tidak akan lucu lagi. dan hatiku terlalu nyeri untuk bisa tertawa saat melihat kamu kembali. kita sudahi. aku tidak ingin bermain. untuk kesekian kalinya. denganmu."
aku menghembuskan nafas sekerasnya, tanpa menoleh lagi memasuki rumah dan menutup pintu.
apakah aku akan membuka pintu kembali dan berkata "ciluk ba", kepadanya?