Cowok itu tukang PHP, rata-rata.
Cewek itu rentan Baper, kebanyakan.
Cewek Baper ketemu sama cowok
PHP, maka di akhir cerita akan ada sesi galau berat dan akan muncul kalimat
klise sejenis “aku nyesel. Aku janji,
lain kali aku gak mau gampang percaya sama cowok”. Tapi ternyata wabah Baper
itu gak gampang sembuhnya. Gak lama, cerita yang sama terjadi lagi, dengan
pemeran cowok yang berbeda. Jadinya ada cewek yang bisa bilang “semua cowok
sama aja”
Rata-rata cerita cinta jaman
sekarang.
This is real story about my
friend.
Ada yang bilang kalo cewek paling
susah ngelupain orang yang bener-bener disayanginya. Dan saya setuju.
Pengalamanku pribadi, dan ditambah curhatan teman-teman. Oke, sebenernya
ngelupain itu gak mungkin, keculai kita jadi amnesia. Mungkin lebih tepatnya,
menjadi “biasa” akan segala hal yang berkaitan dengan dia. Atau lebih tepatnya
lagi, menghilangkan rasa. Jadi, buat para cowok, kalo ketemu mantan trus kamu
tanya apa dia udah lupain kamu atau belum, lalu dia jawab bahwa dia udah bisa
lupain kamu, maka ada dua kemungkinan. Satu, dia bohong. Dua, dia memang gak
pernah bener-bener sayang sama kamu. Yup, aku yakin 95% sama teori ini. teori
ini berlaku selama gak ada “orang lain” di hatinya.
Oke, back to my friend. Ini kisah
tentang si Baper dan si PHP. Cerita sejenis mungkin akan banyak ditemukan di luar
sana.
Temanku ini, dia udah putus sama
pacarnya pas semester awal, semester satu atau dua, aku agak lupa. Hubungan ini
putus nyambung putus nyambung kayak komunikasi via telpon kehabisan signal. Di semester tiga mereka balikan,
semester selanjutnya putus lagi, begitu seterusnya sampai akhirnya putus
beneran. Kami sebagai teman-temannya menjadi pendengar setia. Saat dia datang
dengan wajah tertekuk “aku putus”. Pertama kali, kami prihatin akan keadaannya.
Mengelus pundaknya dan bilang “gak pa-pa. Sabar aja. Memangnya putus kenapa?”
beberapa waktu kemudian dia datang dengan wajah suringah, “aku balikan”.
“waw... seneng dong. Gimana gimana ceritanya?”
Next, “aku putus lagi”. Kami
mulai bertanya-tanya. Ini cowok serius gak sih?
Lalu, “aku balikan lagi loh..
hihihi”. Kami bertanya-tanya lagi, ini anak serius?
Beberapa kali cerita serupa
terjadi, seolah menjadi cerita biasa yang tidak mengejutkan. Mendengar berita
dia putus atau balikan sama cowoknya udah sama kayak denger orang becerita
tentang perputaran bumi. Tinggal tunggu malam pasti datang, pagi pasti datang.
Sekarang dia putus, besok pasti balikan.
Leganya, kondisi seperti ini ada
akhirnya. setelah deklarasi putus kesekian kalinya diumumkan, sampai saat kami
lulus kuliah, kami belum mendengar kabar “balikan” itu. Selang beberapa waktu
setelah deklarasi putus terakhir itu, ada seorang cowok yang deketin dia. Teman
lamanya. Bekerja di Jakarta.
“masak di sms dia bilang gini
sih? Dia mau berhenti kerja. Mau pulang ke Madura. Mau cari kerja deket sini
aja. Biar bisa deket sama seseorang”.
Saat itu juga muncul praduga
diantara kami bahwa “sesorang” yang dimaksud adalah temanku. “tapi kamu jangan GR dulu. Bisa jadi bukan.”
Di waktu yang lain,
“dia cerita lagi soal mau
berhenti kerja itu. Kayaknya dia serius. Trus begitu dia pulang kesini, dia
bilang mau main kerumahku. Pas aku tanya mau ngapain, katanya mau ketemu sama
orangtuaku”. Surprise sih dengernya.
Semua orang pasti berpikiran bahwa ini merupakan kode dari si cowok. Begitu
pula aku dan teman-teman. Tapi sekali
lagi kami mengingatkan “jangan gampang percaya dulu, dan jangan diladenin
serius dulu”. Seolah memiliki firasat yang sama, temanku itu langsung
mengiyakan.
Komunikasi via sms dan segala
sosial media yang ada nampkanya terus berlanjut. Dari semua isi pesan dari
cowok itu, yah, seperti menjajikan sesuatu. Dia menceritakan rencana tentang
masa depannya, pake embel-embel yang menjurus pula “iya dong, nanti kalo udah
dapet kerja lagi, kan baru berani halalin anak orang” atau “ah, daripada
bingung-bingung, aku mending halalin kamu aja, gimana?”
Sampai puncaknya, beberapa hari
setelah wisuda kami, cowok itu benar-benar merealisasikan niatnya, pulang ke
Madura. Dan menginjakkan kaki dirumah temanku.
Malu-malu bersalaman dengan orangtua temanku. Esok paginya, dengan rona merah
di pipi, ia menceritakan semuanya pada kami, urut secara kronologis. Bagaimana
cowok itu sampai dirumahnya, sapaan pertama mereka, tentang apa yang menjadi
topik obrolan, bagaimana cowok itu menyapa orangtuanya. Semuanya. Dan kami
mulai berpikir tentang keseriusan cowok itu. “dan, dia juga ngajakin buat nyari
kerja bareng!” katanya masih sambil tersenyum.
Waktu berputar, perasaan temanku
terhadap cowok itupun berputar seperti bola salju, yang awalnya kecil, berputar
terus menerus menjadi besar. Kami mulai berpisah, kembali ke kampung halaman
masing-masing. Aku mendengar ceritanya hanya sesekali, melalui sms, atau chat di facebook. Semacam ada kemajuan.
Pernah dia bercerita tentang
kebahagiaannya sewaktu mendapat restu dari orangtuanya untuk dekat dengan cowok
ini. “wah senengnya, trus kapan dong diseriusin? Ditindak lanjuti.” Jawabnya
sambil tersenyum malu, “ya doain aja.. tahun depan”.
Tapi suatu malam, aku mendapat
pesan di facebook. Dari temanku itu.
“jangan heboh soal ‘dia’ lagi
ya... aku udah males. Ijah sayang, aku ngilang dulu ya... bener-bener udah
sakit hati banget. Peluk dari jauh ya...”
Loh loh ada apa ini?
Langsung saja, tidak lain dan
tidak bukan, si cowok sekarang meresmikan hubungan dengan perempuan lain.
Oke, cerita ini tentang si PHP
dan si Baper. Lalu siapa yang salah? Aku gak memungkiri, sebagai teman dari
pihak perempuan, aku dongkol setengah mati dan menyalahkan tukang PHP itu. Benar-benar
PHP yang hebat, sampai bisa membuat percaya teman-teman dan orangtuanya. Tapi
apa temenku sepenuhnya adalah korban? Dia tidak salah? Ya, dia korban. Tapi yang
menjadikan dia sebagai korban adalah dirinya sendiri. Kesalahannya adalah,
membiarkan dirinya terlalu berharap pada sesuatu yang belum pasti.
PHP dan Baper. Keduanya memiliki
kontribusi yang sama. Ibaratnya, jika tukang PHP adalah maling, maka si Baper adalah
tuan rumah yang lalai dalam menjaga rumahnya.
Aku prihatin dan bersedih atas
kejadian yang menimpa temanku ini, tapi semoga ini menjadi pelajaran buat dia,
buat aku,dan teman-teman yang mengetahui ceritanya. Karena temanku ini, aku
semakin yakin bahwa sebenar-benarnya penyembuh hati hanyalah mendekatkan diri
pada Allah. Bahkan aku mengatakan, “pegang prinsip ini. jangan percaya sama
janji yang diberikan laki-laki, jangan jadikan ucapannya sebagai angan, seolah
dia akan menjadikannya nyata, sampai dia datang kepada orangtuamu, meminta izin
untuk meminangmu. Sampai saat itu tiba, teguhkan hatimu, keraskan. Seolah tidak
ada yang akan bisa memasukinya. Jangan sampai terpengaruh”.
Bukankah juga dikatakan bahwa
“janganlah kamu mencintai seseorang secara berlebihan, padahal belum tentu
orang itu menjadi jodohmu”. Kalau sudah cinta banget, tapi ternyata gak jodoh,
duh sakitnya pasti dimana-mana.
Sudah cukup rasanya perempuan dan
laki-laki saling menyalahkan, apabila hubungannya berakhir dengan tidak baik. Daripada
menyalahkan orang lain, mengapa tidak kembali mengintrospeksi diri? Oh,
ternyata salahku, aku memberikan banyak harapan padanya, padahal aku tidak
serius, padahal aku belum berani, belum mampu menjalin hubungan serius
dengannya. Oh, ternyata salahku, aku terlalu GR, menganggap serius semua
omongnnya, terlalu gampang tergiur, terlalu gampang percaya. Hehe... tapi andai
saja semua orang berpikiran seperti itu.
Wassalam.
Sampai jumpa dicurhatan
selanjutnya.