pernah mendengar kisah Plato dan pertanyaannya mengenai
“cinta sejati”?
aku sudah lama mendengar kisahnya. Dan aku sangat menyukai
kisah yang sarat makna itu. Untuk mengingatkan, kurang lebih begini ceritanya,
(using my own words)
Suatu hari Plato bertanya pada gurunya, “apakah cinta sejati
itu?”
Untuk menjawab
pertanyaan itu, sang guru mengajak Plato ke sebuah taman yang penuh dengan
bunga. Lalu sang guru berkata “masuklah ke taman itu, dan janganlah kembali
atau berjalan mundur. Pilihlah dan petiklah satu bungan yang kau anggap paling
indah”
Plato mulai
berjalan menyusuri taman itu, memandangi satu-persatu bunga sambil terus
berjalan tanpa kembali ke belakang seperti perintah gurunya. Sampai akhirnya
Plato keluar dari taman dan menemui gurunya. Sang guru yang heran karena
mendapati tangan Plato yang kosong bertanya “mengapa engkau tidak memperoleh
bunga?”
“tadi dalam
perjalanan aku melihat satu yang menawan, namun ku pikir di depan pastilah
masih banyak yang lebih menawan. Jadi aku tidak memetiknya. Setelah sampai di
ujung taman, barulah aku sadar. Bahwa tidak ada lagi yang lebih menawan
daripada bunga itu”
Sang guru tersenyum
dan berkata “maka itulah cinta sejati”
Selesai.
Sampai disitu kisah yang selalu ku dengar. Bunga yang paling menawan akan tetap
menjadi yang paling menawan meski di antara ribuan bunga yang lain. Apabila
tidak memetik yang paling menawan, mana bisa memetik yang lain? Apabila
melewatkan kesempatan memetiknya? Sungguh malangnya. Karena memetik bunga
paling menawan pastilah berbeda dengan memetik bunga yang lain.
Lalu hari
ini, dari seorang wali murid kelas ku, aku mendapat kelanjutan ceritanya.
Sungguh, terimakasih, ibu, untuk ilmu barunya. J
Setelah mendapat jawaban tentang cinta sejati, Plato kembali
bertanya, “lalu apakah pernikahan itu?”
Kemudian sang guru
mengajak Plato ke sebuah hutan, “masuklah ke dalam hutan tersebut, dan sekali
lagi jangan kembali atau berjalan mundur. Tebanglah satu pohon yang kau anggap
paling kokoh, paling lebat dan paling tinggi”
Masuklah Plato ke
dalam hutan. Lalu menebang sebuah pohon dan membawanya menghadap sang guru.
Sang guru bertanya,
“mengapa kau menebang pohon ini? bukankah masih banyak pohon lain yang lebih
kokoh, lebih tinggi, dan lebih lebat?”
Plato menjawab,
“aku belajar dari pengalamanku di taman bunga itu. Meski banyak pohon yang
lebih bagus, tapi aku pikir pohon ini juga tidak buruk. Maka aku menebangnya.”
Sang guru tersenyum
dan berkata “maka itulah pernikahan”
Aku pun tersenyum sendiri
setelah mendengar lanjutan kisah yang
baru ku dengar ini. “lalu apa intinya bu?”
“intinya adalah penerimaan.
Menerima dengan tulus dan ikhlas. Apa adanya. Kelebihan maupun kekurangan dari
apa yang telah kita pilih. Dari orang yang telah kita pilih.”
Mendengar
itu senyumku semakin lebar dengan mulut berbentuk “oooo....” J