Minggu, 27 Juli 2014

catatan malam takbir

Malam ini, suara takbir dan suara petasan seperti bersaing. Sama-sama tidak mau kalah kencang. Rasa senang dan rasa sedihku, juga sedang bersaing. Muncul diwaktu yang sama.
Saat ini praktis hanya aku dan mbah yang ada dirumah ini. Ditemani suara takbir dan petasan yang saling menyahut itu. Ini adalah suasana malam takbir tersepi yang pernah kualami. Membuatku berpikir, sesepi inikah masa tua?
Yang aku tahu, mbahku punya enam anak, tapi mama bilang lebih dari enam, ada beberapa yang meninggal ketika bayi. Enam anak nyatanya tidak cukup sebagai bekal agar terhindar dari kesepian di masa tua. Kesedihan itu jelas sekali tersirat diwajah mbah, meski beliau tidak mengeluhkannya dengan satu kata pun. Seharian ini beliau memasak, menyapu, mengaji, dan beraktivitas seperti biasa. Sesekali beliau membicarakan anaknya satu-persatu, yang pastinya sedang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing juga. Dari itu saja, aku bisa tahu, beliau rindu berkumpul bersama mereka semua.
Duh, anak enam masih bisa kesepian, mengaca dari mbahku, apa aku nambah target jumlah anak ya? Hehehehehe
Dikeluargaku saja indikasi kesepian mulai terlihat… mbak-mbak merayakan lebaran di rumah mertua masing-masing… yeah.. gak bisa dihindari, sometimes it just to be happen… J
Saat ini, mama dan papa serta le’ mar udah dateng, kesedihanku sedikit berkurang. Keramaian mulai sedikit terlihat. Aku senang melihat wajah mbah mulai berbinar gembira.
Tapi, tetep masih ada sedihnya. Berpisah dengan Ramadhan selalu menyisakan satu sisi kesedihan dibalik rasa senang menyambut idul fitri esok hari. :’)

Ya Allah… pertemukan aku dengan Ramadhan tahun depan… aamiin.

2 komentar:

  1. Enam kurang ya? Apalagi ibuku cuma dua? :"(

    Duh, moga saja nanti cucunya banyak deh ibuku dan selalu ada di dekanya..aamiin :)

    BalasHapus
  2. ya gidy. kalo lihat mbahku, kayaknya masa tua itu sepi banget. meski beliau gak bilang langsung sih.
    yah... hadiahi ibumu dengan cucu yang bannyak sesegera mungkin wkwkwk

    BalasHapus