Rabu, 09 Desember 2015

the "time" is coming

aku menulis tentang ini pada 24 November 2015

Di sebuah meja yang riuh oleh obrolan, aku menyadari sesuatu. Betapa segalanya telah banyak berubah. Di sela-sela kesibukan mulut-mulut mengunyah dan mengoceh, ada perasaan takjub yang tidak dapat digambarkan. Seperti terlempar ke masa kecil penuh kepolosan dan ditarik kembali ke masa sekarang, pikirku tak bisa dihalangi untuk tidak membandingkan kedua masa itu. Melihat lebih teliti perbedaan-perbedaanya.
Masih dengan orang-orang yang sama. Perasaan saling terikat yang sama. Namun topik perbincangan dan cara kami menanggapinya tidak  lagi sama. Satu-persatu dari kami menceritakan pengalaman saat seorang pria berniat melamar kami. Dengan reflek aku berkata, “sadar gak sih? Perasaan beberapa tahun lalu kita ceritanya gak gini. Aku ditembak si A, aku ditembak si B. sekarang? Aku dilamar si A. Bukan ditembak lagi. Udah tua ya kita?”
Seketika tawa pecah karena kami menyadari realita yang ada. Bahwa kami telah berumur. :D
Dulu yang kami ributkan dan pertimbangkan hanya masalah kekanakan.
“oh iya gapapa jadian sama dia. Dia cakep, keren.”
”jangan jadian sama dia. Nakal dia.”
“loh kamu jadian sama itu? Yakin? Yasudahlah terserah. Palingan bentar lagi putus”
Saat ini,
“dilamar dia? Yakin bisa jadi imam yang baik?”
“kamu maunya tetep keukeuh nikah sama dia? Awas loh, yang menurut kita baik belum tentu baik di mata Allah, begitu juga sebaliknya”
“kalo kamu masih digantungin, belum dilamar juga, tinggalin aja. Sekarang bukan saatnya lagi main-main. Jangan kelamaan pacaran.”
“belum direstui juga? Banyak berdoa. Minta petunjuk. Kalo dia emang jodoh kamu, minta dipermudah. Kalo dia bukan jodoh kamu, minta diperjelas.”
Hebatnya, aku yang tidak ada pengalaman adalah yang paling cerewet membari nasihat. Ujung-ujungnya saat tiba giliranku, “kamu kapan???”
Hahhha... santai mbak.
Oke, let’s talk about it seriously.
Buat aku, membicarakan masalah yang menjadi sensitif akhir-akhir ini, jodoh, bisa disamakan dengan perjalanan yang belum sampai di tempat tujuan. Yang perlu dilakukan hanyalah menikmati. Memikirkannya tidak apa, tapi sayang jika mengabaikan pemandangannya. Santai saja, berjalan dengan bahagia dan memegang keyakinan “pasti sampai”.
Saat sampai nanti, aku ingin kesiapanku sudah matang. Tanpa ada penyesalan ingin kembali menyusuri jalan itu  karena ada yang tertinggal atau lupa tak dinikmati. J
lalu seseorang yang meyakinkan bahwa perjalananku bisa jadi telah sampai, datang. seorang yang dewasa, mandiri, namun penuh humor. aku melihat padanya sosok yang bisa diandalkan. yang nyaman jadi teman berbincang... dan menyatakan keseriusannya. tapi... aku masih punya tanggungan perasaan. aku yakin bahwa dia orang baik. yang aku tidak yakin, tentang perasaanku pada seseorang yang lain.

pada 4 Desember 2015 aku menulis ini

Pada mendung ingin aku titipkan perasaan ini. biar menguap. Lalu menjadi air, yang mengalir entah kemana. Atau mungkin kembali lagi kesini. Kepadaku.
Untuk sebuah perasaan yang mengalir natural, yang membuatku bingung untuk menentukan namanya, yang kumiliki entah sejak kapan, dan yang tidak sempat terucap. Dengarkan ini.
Begitu indah memilikimu. Ada rindu, ada tawa, ada harap, ada cemas. Aku menikmatinya. Apakah kau bernama persahabatan? Jika iya, ingin selamanya aku bersamamu. Apakah kau bernama cinta? Jika iya, maafkan aku. Aku tidak akan lebih lama bersamamu.
Ini tentang perasaan yang ku miliki kepada seseorang. Entah apapun namanya, tapi dalam hati kecilku ada benci,kecewa, sedih, bahwa aku harus merelakannya pergi. Perasaan ini telah berteman lama dengan hatiku. Jadi saat harus aku lepas, ia membawa sekerat bagian dari hatiku.
Biarlah. Akan ku uapkan. Biarlah. Diserap awan. Biarlah ia tetap berada di atas, disimpan Tuhan. Atau jatuh kembali bersama hujan. Entah dimana.Saat kurasa begitu sakitnya melepas perasaan ini, saat itulah aku sadar. Ini cinta. Dan maafkan aku karena mencintaimu, tapi harus meninggalkanmu. Tapi tidak bisa bersamamu. 

rabu, 9 Desember 2015, seperti bom yang meledak. seperti gunung api meletus. keluarlah semua gumpalan-gumpalan rasa selama entah berapa tahun. sungguh, perasaanku tidak pernah salah. dia memang orang yang luar biasa. kami sepakat menguapkan perasaan ini. dia mengatakan, "kamu itu gak pernah peka ya, semua orang di sekitar kita tahu, tapi cuma kamu yang gak tau". di dalam hati aku pun mengiyakan perkataannya. bagaimana mungkin aku tahu perasaan orang lain saat aku sendiri tidak tahu perasaanku yang sebenarnya.
semuanya sudah selesai. perasaan itu, telah ku beri judul dan telah selesai ku tulis endingnya. tidak usah dibahas lagi.
Saat ini aku berpegang pada sebuah kata bijak, "perasaan cinta bukan dicari, namun ditumbuhkan". dan pada seseorang yang menyandarkan diri pada Sang Maha Cinta lah perasaan itu akan tumbuh. cukup aku tahu bahwa dia adalah seseorang yang mencintaiNya, maka aku tidak ragu, aku bisa mencintai dia, dan itu akan membuatku lebih mencintaiNya. :)
dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih, lagi Maha penyayang...

Rabu, 9 Desember 2015. 20.05

Allah begitu baik padaku. Selalu memberiku jalan dengan panorama indah untuk dilalui. Tidak hanya indah, tapi penuh dengan pelajaran dan hikmah. Ketika Allah meletakkanku disini, aku begitu yakin akan ada banyak kejutan yang telah Ia persiapkan. Dan akan selalu ada tanganNya merangkul pundakku. Karena itu, aku selalu berjalan dengan gembira, tanpa takut pada kesedihan. Selama tanganNya masih erat di pundakku. Bagaimana mungkin aku rela melepaskan diri dari dekapan hangat dan kuat itu?
Maka, biarlah aku tinggalkan semua yang tidak baik di jalan lalu. Akan ku lupakan yang bukan hakkku, tentang perasaan yang salah, tentang rasa harap yang tak halal. Aku tidak ingin lagi dekapan yang lain, Ya Allah.
Sungguh, selama yang ku tempuh adalah jalanMu, aku tidak akan ragu untuk mengarunginya. Karena Allah pasti paling tahu segala sesuatu yang terbaik untukku. Tentang seseorang, yang Allah takdirkan untuk bertemu denganku, pastilah Allah kirim orang yang aku butuhkan, meski bukan yang aku inginkan. Ya, Allah pilihkan seseorang yang aku butuhkan untuk dapat lebih mesra denganNya. Seseorang yang aku butuhkan sebagai teman perjalanan. Hinga nanti, Allah berada diantara kami, merangkul dua pundak kecil yang melangkah bersama, menikmati cinta segitiga antara aku, dia, dan Allah. J betapa sempurnanya... semoga Allah mengabulkan.

Kamis, 12 November 2015

latepost

ada sosok bercahaya samar,
belum berani aku memandangnya.
sejauh ini, cahayanya tertangkap lewat lirikan dalam tundukku.
sepertinya ia indah, juga membawa ketenangan. namun mengapa ia tak bersinar terang?
kedatangannya, sungguh seberkas pelita dalam gulita.
namun sekali lagi mengapa ia tak kunjung terang?
samar, tak terang.
mengabur, tak benderang.
bilakah engkau kan terang?
aku bosan untuk redup lebih lama lagi

dari Lagu Bunda sampai Sel Telur

setiap harinya aku tak sabar menunggu cerita baru. menduga-duga apa lagi keajaiban tingkah yang akan mereka tunjukkan. di pagi hari saja aku sudah bisa tertawa olehnya. siapa lagi kalau bukan murid-murid ku yang multi-action itu.
kadang menyenangkan, kadang mengesalkan. kadang mereka begitu manis dan patuh, dengan sedikit kemanjaan yang wajar. tapi tidak jarang mereka mulai berulah dan membuat kepala pening. tapi tetap, menggemaskan. :)
dari mereka aku belajar merasakan perasaan berbeda dalam satu waktu. misalnya, mangkel sekaligus gemmmes.
dan sekali lagi, seperti yang sudah aku tahu tentang hal menyenangkan yang akan ku dapat dari profesi ini, tingkah mereka yang penuh kejutan.
pagi ini aku mendapati murid-murid perempuan sedang bernyanyi bersama serupa paduan suara. dengan serius dan khusuk mereka menyanyikan lagu "Bunda", aku terhanyut mengikuti alunan bening suara mereka. tapi sesampainya di suatu lirik, senyumku berubah menjadi tawa geli. "kata... mereka diriku selalu dimanja.... kata.. mereka diriku selalu ditimbaaaang"
gubrak!!!
another second, seorang murid bernama Kevin menghampiriku yang sedang duduk di bangku guru. beberapa saat yang lalu dia sempat ngambek entah kenapa. ku tanyakan alasannya, "Kev, kenapa tadi marah-marah?"
dan, bayangkan seorang anak kelas 3 SD mengucapkan ini:
"aku stress, ust"
what? semua orang dewasa pasti mengerutkan dahi mendengar pernyataan anak ini "stress kenapa, Kev? masih kecil kok sudah stress?"
"iya, ust... biar. aku stress. biar kalo stress sel telurnya gak bisa hamil!"
jawaban yang lebih mengejutkan. dan membuatku ingin tertawa guling-guling disitu.
"Kevin itu laki-laki, gak mungkin bisa hamil. karena yang punya sel telur itu perempuan":D

yah, setiap hari, aku mendapat obat kesedihan dari mereka. meski tak jarang kesedihan dan kemarahan datangnya dari mereka pula, namun perasaan itu bagai noda yang dengan cepat terguyur air. langsung habis tak bersisa saat kata maaf terucap dari lisan kecil itu, saat tangan mungil menyambut tanganku untuk diciumnya, saat dengan riang mereka memanggilku kembali, lalu menggamit tanganku, kembali menceritakan semua yang ingin diceritakannya. tentang ayah ibunya, tentang kakak adiknya, tentang hewan peliharaannya, segala tentang dunianya.

oh Allah, Thank you for this. I love this job. Thank you for put me here.:) <3


pada kelilipan:D. my student 3 b SDILH with wali kelas Ustadzah Aqidah

Kamis, 17 September 2015

kisah Plato dari seorang wali murid

pernah mendengar kisah Plato dan pertanyaannya mengenai “cinta sejati”?
aku sudah lama mendengar kisahnya. Dan aku sangat menyukai kisah yang sarat makna itu. Untuk mengingatkan, kurang lebih begini ceritanya, (using my own words)

            Suatu hari Plato bertanya pada gurunya, “apakah cinta sejati itu?”
        Untuk menjawab pertanyaan itu, sang guru mengajak Plato ke sebuah taman yang penuh dengan bunga. Lalu sang guru berkata “masuklah ke taman itu, dan janganlah kembali atau berjalan mundur. Pilihlah dan petiklah satu bungan yang kau anggap paling indah”
        Plato mulai berjalan menyusuri taman itu, memandangi satu-persatu bunga sambil terus berjalan tanpa kembali ke belakang seperti perintah gurunya. Sampai akhirnya Plato keluar dari taman dan menemui gurunya. Sang guru yang heran karena mendapati tangan Plato yang kosong bertanya “mengapa engkau tidak memperoleh bunga?”
        “tadi dalam perjalanan aku melihat satu yang menawan, namun ku pikir di depan pastilah masih banyak yang lebih menawan. Jadi aku tidak memetiknya. Setelah sampai di ujung taman, barulah aku sadar. Bahwa tidak ada lagi yang lebih menawan daripada bunga itu”
        Sang guru tersenyum dan berkata “maka itulah cinta sejati”

            Selesai. Sampai disitu kisah yang selalu ku dengar. Bunga yang paling menawan akan tetap menjadi yang paling menawan meski di antara ribuan bunga yang lain. Apabila tidak memetik yang paling menawan, mana bisa memetik yang lain? Apabila melewatkan kesempatan memetiknya? Sungguh malangnya. Karena memetik bunga paling menawan pastilah berbeda dengan memetik bunga yang lain.
            Lalu hari ini, dari seorang wali murid kelas ku, aku mendapat kelanjutan ceritanya. Sungguh, terimakasih, ibu, untuk ilmu barunya. J
            Setelah mendapat jawaban tentang cinta sejati, Plato kembali bertanya, “lalu apakah pernikahan itu?”
        Kemudian sang guru mengajak Plato ke sebuah hutan, “masuklah ke dalam hutan tersebut, dan sekali lagi jangan kembali atau berjalan mundur. Tebanglah satu pohon yang kau anggap paling kokoh, paling lebat dan paling tinggi”
        Masuklah Plato ke dalam hutan. Lalu menebang sebuah pohon dan membawanya menghadap sang guru.
        Sang guru bertanya, “mengapa kau menebang pohon ini? bukankah masih banyak pohon lain yang lebih kokoh, lebih tinggi, dan lebih lebat?”
        Plato menjawab, “aku belajar dari pengalamanku di taman bunga itu. Meski banyak pohon yang lebih bagus, tapi aku pikir pohon ini juga tidak buruk. Maka aku menebangnya.”
        Sang guru tersenyum dan berkata “maka itulah pernikahan”
           
Aku pun tersenyum sendiri setelah mendengar lanjutan  kisah yang baru ku dengar ini. “lalu apa intinya bu?”
“intinya adalah penerimaan. Menerima dengan tulus dan ikhlas. Apa adanya. Kelebihan maupun kekurangan dari apa yang telah kita pilih. Dari orang yang telah kita pilih.”
            Mendengar itu senyumku semakin lebar dengan mulut berbentuk “oooo....” J

            

Kamis, 10 September 2015

:)

Tidakkah semua orang pernah menanyakan ini?
Aku bertanya dengan kalimatku: bagaimana masa tuaku ya?
Mungkin banyak orang bertanya dengan bentuk lain.
Akan seperti orang tua yang mana aku?
Mbah,
Setelah jam tujuh pagi beliau praktis penghuni rumah satu-satunya. Pak de dan bu de pergi kerja, dan dua sepupuku pergi sekolah. Hanya sesekali tukang setrika datang menjadi temannya. Mengisi kekosongan itu, kegiatannya hanyalah mengaji dan mendengarkan radio. Sungguh aku suka sekali kegiatan yang beliau pilih.
Sore hingga malam hari beliau baru merasakan senangnya berkumpul bersama keluarga.
Bila hari raya tiba, beliau merasakan indahnya menjadi tempat pulang bagi anak-anak dan cucu-cucunya. J
Beliau tidak banyak menuntut. Beliau cukup sederhana. Aku tidak pernah mendengar ceritanya secara utuh. Aku tahu sepotong-demi sepotong bahkan di beberapa bagian aku menyasikan sendiri. Beliau telah menghadapi banyak ujian, so she deserve to this happiness.

Perempuan hebat yang membesarkan enam anak dengan penuh kesederhanaan. Aku berani mengatakan aku lebih mengagumi mbah daripada mama. Hehe

Rabu, 19 Agustus 2015

RINDU

rindu,
lawannya adalah bertemu
jika kau rindu, itu karena tak bertemu
jika bertemu, maka kau tak lagi rindu
namun untuk merasa rindu,
pertemuan adalah pintunya
pintu yang ku buka perlahan,
dimulai dari hari perpisahan itu
rasanya semakin pilu
ketika sudah ku buka pintu lebar-lebar,
hanya desau angin yang semakin kencang
membawa daun kering yang gugur bersama airmata
hai angin, dalam hembusan yang badai ini
mengapa tak kau bawa serta suaranya?
mengapa tak kau lukiskan siluetnya di awan?
Bantu aku,
Bantu aku melawan rindu

Lawan rindu hanyalah bertemu

Selasa, 11 Agustus 2015

Semoga tidak kamu lagi
 puisi karya Zarry Hendrik


Ada rasa sedih saat melihatmu bahagia
Bukan karena aku tidak ingin kamu bahagia
Melainkan karena bukan aku yang membahagiakanmu
Itu menyakitkan
Sepeerti pukulan yang sebenarnya ingin buatku tersadar
Mungkin ini waktu untuk aku terpuruk
Supaya aku dapat melihat Tuhan memakaikan kenangan ini untuk buatku dipenuhi kesiapan
Sehingga doa dapat melahirkan semangat dan kemudian buatku bangkit
Namun ketahuliah sebelum aku tak lagi mencintaimu,
Ini darahku mengalir membawa bayang-bayangmu mengelilingi tubuhku, dan jantungku berdenting demi kau menari-nari di pikiranku.
Ada satu hal yang sampai saat ini membuat aku bangga menjadi aku, yaitu karena aku mampu terima kau apa adanya
Aku meminta ampun kepada Tuhan, sebab aku pernah berharap kalau suatu saat, ketika angin menghempasku hilang dari daya ingatmu, aku ingin tidak lagi menginjak bumi
Sebab hidup terasa bagai dinding yang dingin
Aku harus menjadi paku
Kamu yang bagai lukisan dan cinta itu palunya.
Memukul aku, memukul aku,  dan memukul aku, sampai aku benar-benar menancap kuat

Pada akhirnya, semoga tidak kamu lagi yang aku lihat sebagai satu-satunya cahaya di dalam pejamku sebelum pulas 



say no to this crazy 'nyessek' thing called broken heart. selamat move on, move up and move awaaaaaayyyyy!!!!! yes you can yes you can brother and sisterr ;) 

Senin, 06 Juli 2015

tragedi si PHP dan si Baper

Cowok itu tukang PHP, rata-rata.
Cewek itu rentan Baper, kebanyakan.
Cewek Baper ketemu sama cowok PHP, maka di akhir cerita akan ada sesi galau berat dan akan muncul kalimat klise  sejenis “aku nyesel. Aku janji, lain kali aku gak mau gampang percaya sama cowok”. Tapi ternyata wabah Baper itu gak gampang sembuhnya. Gak lama, cerita yang sama terjadi lagi, dengan pemeran cowok yang berbeda. Jadinya ada cewek yang bisa bilang “semua cowok sama aja”
Rata-rata cerita cinta jaman sekarang.
This is real story about my friend.
Ada yang bilang kalo cewek paling susah ngelupain orang yang bener-bener disayanginya. Dan saya setuju. Pengalamanku pribadi, dan ditambah curhatan teman-teman. Oke, sebenernya ngelupain itu gak mungkin, keculai kita jadi amnesia. Mungkin lebih tepatnya, menjadi “biasa” akan segala hal yang berkaitan dengan dia. Atau lebih tepatnya lagi, menghilangkan rasa. Jadi, buat para cowok, kalo ketemu mantan trus kamu tanya apa dia udah lupain kamu atau belum, lalu dia jawab bahwa dia udah bisa lupain kamu, maka ada dua kemungkinan. Satu, dia bohong. Dua, dia memang gak pernah bener-bener sayang sama kamu. Yup, aku yakin 95% sama teori ini. teori ini berlaku selama gak ada “orang lain” di hatinya.
Oke, back to my friend. Ini kisah tentang si Baper dan si PHP. Cerita sejenis mungkin akan banyak ditemukan di luar sana.
Temanku ini, dia udah putus sama pacarnya pas semester awal, semester satu atau dua, aku agak lupa. Hubungan ini putus nyambung putus nyambung kayak komunikasi via telpon kehabisan signal. Di semester tiga mereka balikan, semester selanjutnya putus lagi, begitu seterusnya sampai akhirnya putus beneran. Kami sebagai teman-temannya menjadi pendengar setia. Saat dia datang dengan wajah tertekuk “aku putus”. Pertama kali, kami prihatin akan keadaannya. Mengelus pundaknya dan bilang “gak pa-pa. Sabar aja. Memangnya putus kenapa?” beberapa waktu kemudian dia datang dengan wajah suringah, “aku balikan”. “waw... seneng dong. Gimana gimana ceritanya?”
Next, “aku putus lagi”. Kami mulai bertanya-tanya. Ini cowok serius gak sih?
Lalu, “aku balikan lagi loh.. hihihi”. Kami bertanya-tanya lagi, ini anak serius?
Beberapa kali cerita serupa terjadi, seolah menjadi cerita biasa yang tidak mengejutkan. Mendengar berita dia putus atau balikan sama cowoknya udah sama kayak denger orang becerita tentang perputaran bumi. Tinggal tunggu malam pasti datang, pagi pasti datang. Sekarang dia putus, besok pasti balikan.
Leganya, kondisi seperti ini ada akhirnya. setelah deklarasi putus kesekian kalinya diumumkan, sampai saat kami lulus kuliah, kami belum mendengar kabar “balikan” itu. Selang beberapa waktu setelah deklarasi putus terakhir itu, ada seorang cowok yang deketin dia. Teman lamanya. Bekerja di Jakarta.
“masak di sms dia bilang gini sih? Dia mau berhenti kerja. Mau pulang ke Madura. Mau cari kerja deket sini aja. Biar bisa deket sama seseorang”.
Saat itu juga muncul praduga diantara kami bahwa “sesorang” yang dimaksud adalah temanku.  “tapi kamu jangan GR dulu. Bisa jadi bukan.”
Di waktu yang lain,
“dia cerita lagi soal mau berhenti kerja itu. Kayaknya dia serius. Trus begitu dia pulang kesini, dia bilang mau main kerumahku. Pas aku tanya mau ngapain, katanya mau ketemu sama orangtuaku”. Surprise sih dengernya. Semua orang pasti berpikiran bahwa ini merupakan kode dari si cowok. Begitu pula aku dan teman-teman. Tapi  sekali lagi kami mengingatkan “jangan gampang percaya dulu, dan jangan diladenin serius dulu”. Seolah memiliki firasat yang sama, temanku itu langsung mengiyakan.
Komunikasi via sms dan segala sosial media yang ada nampkanya terus berlanjut. Dari semua isi pesan dari cowok itu, yah, seperti menjajikan sesuatu. Dia menceritakan rencana tentang masa depannya, pake embel-embel yang menjurus pula “iya dong, nanti kalo udah dapet kerja lagi, kan baru berani halalin anak orang” atau “ah, daripada bingung-bingung, aku mending halalin kamu aja, gimana?”
Sampai puncaknya, beberapa hari setelah wisuda kami, cowok itu benar-benar merealisasikan niatnya, pulang ke Madura.  Dan menginjakkan kaki dirumah temanku. Malu-malu bersalaman dengan orangtua temanku. Esok paginya, dengan rona merah di pipi, ia menceritakan semuanya pada kami, urut secara kronologis. Bagaimana cowok itu sampai dirumahnya, sapaan pertama mereka, tentang apa yang menjadi topik obrolan, bagaimana cowok itu menyapa orangtuanya. Semuanya. Dan kami mulai berpikir tentang keseriusan cowok itu. “dan, dia juga ngajakin buat nyari kerja bareng!” katanya masih sambil tersenyum.
Waktu berputar, perasaan temanku terhadap cowok itupun berputar seperti bola salju, yang awalnya kecil, berputar terus menerus menjadi besar. Kami mulai berpisah, kembali ke kampung halaman masing-masing. Aku mendengar ceritanya hanya sesekali, melalui sms, atau chat di facebook. Semacam ada kemajuan.
Pernah dia bercerita tentang kebahagiaannya sewaktu mendapat restu dari orangtuanya untuk dekat dengan cowok ini. “wah senengnya, trus kapan dong diseriusin? Ditindak lanjuti.” Jawabnya sambil tersenyum malu, “ya doain aja.. tahun depan”.
Tapi suatu malam, aku mendapat pesan di facebook. Dari temanku itu.
“jangan heboh soal ‘dia’ lagi ya... aku udah males. Ijah sayang, aku ngilang dulu ya... bener-bener udah sakit hati banget. Peluk dari jauh ya...”
Loh loh ada apa ini?
Langsung saja, tidak lain dan tidak bukan, si cowok sekarang meresmikan hubungan dengan perempuan lain.
Oke, cerita ini tentang si PHP dan si Baper. Lalu siapa yang salah? Aku gak memungkiri, sebagai teman dari pihak perempuan, aku dongkol setengah mati dan menyalahkan tukang PHP itu. Benar-benar PHP yang hebat, sampai bisa membuat percaya teman-teman dan orangtuanya. Tapi apa temenku sepenuhnya adalah korban? Dia tidak salah? Ya, dia korban. Tapi yang menjadikan dia sebagai korban adalah dirinya sendiri. Kesalahannya adalah, membiarkan dirinya terlalu berharap pada sesuatu yang belum pasti.
PHP dan Baper. Keduanya memiliki kontribusi yang sama. Ibaratnya, jika tukang PHP adalah maling, maka si Baper adalah tuan rumah yang lalai dalam menjaga rumahnya.
Aku prihatin dan bersedih atas kejadian yang menimpa temanku ini, tapi semoga ini menjadi pelajaran buat dia, buat aku,dan teman-teman yang mengetahui ceritanya. Karena temanku ini, aku semakin yakin bahwa sebenar-benarnya penyembuh hati hanyalah mendekatkan diri pada Allah. Bahkan aku mengatakan, “pegang prinsip ini. jangan percaya sama janji yang diberikan laki-laki, jangan jadikan ucapannya sebagai angan, seolah dia akan menjadikannya nyata, sampai dia datang kepada orangtuamu, meminta izin untuk meminangmu. Sampai saat itu tiba, teguhkan hatimu, keraskan. Seolah tidak ada yang akan bisa memasukinya. Jangan sampai terpengaruh”.
Bukankah juga dikatakan bahwa “janganlah kamu mencintai seseorang secara berlebihan, padahal belum tentu orang itu menjadi jodohmu”. Kalau sudah cinta banget, tapi ternyata gak jodoh, duh sakitnya pasti dimana-mana.
Sudah cukup rasanya perempuan dan laki-laki saling menyalahkan, apabila hubungannya berakhir dengan tidak baik. Daripada menyalahkan orang lain, mengapa tidak kembali mengintrospeksi diri? Oh, ternyata salahku, aku memberikan banyak harapan padanya, padahal aku tidak serius, padahal aku belum berani, belum mampu menjalin hubungan serius dengannya. Oh, ternyata salahku, aku terlalu GR, menganggap serius semua omongnnya, terlalu gampang tergiur, terlalu gampang percaya. Hehe... tapi andai saja semua orang berpikiran seperti itu.
Wassalam.

Sampai jumpa dicurhatan selanjutnya.

Senin, 15 Juni 2015

ciluk ba!

"ciluk ba", kami berdiri berhadapan, namun hanya kata itu yang tiba-tiba keluar dari mulutku. mesli lirih, kuucapkan dengan penuh penekanan, karena aku yakin pasti sampai dengan sempurna di telinganya. jalan kecil di depan rumahku, tidak ada keramaian yang berarti. hanya suara kayuhan sepeda penjual kerupuk keliling beberapa saat lalu. jalan kecil di depan rumahku, adalab tempat kami berdiri saat ini, tapi aku tidak akan mempersilahkannya masuk. tidak akan.
"Ya?" tanyanya
"kamu tahu kenapa anak kecil tertawa saat bermain ciluk ba?" aku tidak menunggu dan tidak ingin mendengar jawabannya, "saat wajah ditutup, " aku menutup wajah dengan kedua telapak tanganku "seperti ini, mereka pikir kita hilang. lalu, ciluk ba!" ku buka telapak tangan yang menutupi wajah, "orang yang hilang sudah ditemukan. dan mereka tertawa. karena memang rasanya menyenangkan sekali mendapati orang yang menghilang, kembali lagi."
aku menghela nafas. berharap tindakan ini bisa mengontrol emosiku.
"aku suka bermain ciluk ba. tapi dulu, ketika aku masih balita. kalau kamu mengajakku bermain lagi, sekarang, aku kira permainannya tidak akan lucu lagi. dan hatiku terlalu nyeri untuk bisa tertawa saat melihat kamu kembali. kita sudahi. aku tidak ingin bermain. untuk kesekian kalinya. denganmu."
aku menghembuskan nafas sekerasnya, tanpa menoleh lagi memasuki rumah dan menutup pintu.
apakah aku akan membuka pintu kembali dan berkata "ciluk ba", kepadanya?

Kamis, 04 Juni 2015

kalau cinta ibarat buku

kalau cinta ibarat buku, kita bertemu di halaman pertama, tapi baru menyadari perasaan ini pada bab terakhir. kalau cinta ibarat buku, maka kita adalah buku yang butuh sekuel.
*Terinspirasi dr curhatan seorang teman 😄

Sabtu, 16 Mei 2015

just a "flashback" :)

Hubungan manusia itu unik ya. Sesekali pasti sempet terlintas kan dipikiran kalian, “kok bisa ya aku sahabatan sama dia?” bahkan gak jarang ada tambahan “padahal dulu aku benci sama dia. Gak seneng.”
Sekarang ini aku juga lagi bernostalgia dalam pikiran dan kenanganku sendiri, dan menanyakan hal yang sama, “kok bisa ya aku sahabatan sama dia?” pastinya semua orang punya cerita uniknya tersendiri tentang sejarah bagaimana sebuah ikatan bernama persahabatn itu terjalin. Dan coba dipikir dalam-dalam, persahabatan yang awet itu terjalin secara alami.
Dimulai sejak aku tahu istilah teman atau sahabat, selain dua mbakku, aku sudah mengenal manusia bernama mbak ita, mbak ayu, dan mbak ila. Karena aku yang paling muda diantara mereka, bisa dipastikan bahwa aku sudah bertemu mereka semenjak bayi. Hehe... kalau dibilang persahabatan kami terjalin karena besar di lingkungan yang sama, memang benar. Dan sampai hari ini aku bersyukur bisa tumbuh bersama mereka. Lingkungan yang sama tidak menjamin kami memiliki karakter yang sama. Secara garis besar, diantara kami berempat, I am the introvert one. Mereka bertiga lebih ekstrovert. Terbuka, dan lincah dalam bergaul. Lebih detail lagi, akan ditemukan banyak perbedaan. Dari sikap positif seperti humoris, perduli, keibuan, easy going, sabar, pemaaf, sampai yang negatif seperti keras kepala, cuek, gak bisa dibilangin dan lain-lain. Tapi ya kami tetap saja berempat macam girlband. Meski kadang ada selisih paham, tapi kami gak pernah berantem serius. Paling ya pagi marahan, siang udah ngobrol lagi, hehe...
Yang paling diingat itu hal-hal konyol yang kita lakuin waktu kecil. Dulu tuh bak Ila seolah-olah jadi ketua geng-nya, karena apa aja yang dia  suruh pasti kita lakuin. Aneh, kalo dipikir sekarang. Dan sumpah dia itu isengnya maksimal. Pernah nih ya kita makan garam banyak banget sampai pahitnya di kerongkongan gak ketulungan, Cuma gara-gara apa coba? Cuma gara-gara dia bilang “makan garam itu bisa bikin kita terbebas dari penyakit tekanan darah tinggi”. Entah dia mendapat ilham darimana. Ckckck
Yang paling konyol, ada. Dia nadahin ‘gas’nya (kentut) ke botol, trus kita mau-maunya menghirup isi botol itu hanya demi membuktikan sebuah teori bahwa, “gas itu ada, dan bisa menempati sebuah wadah tanpa merubah baunya.” Tetep baulah, haha.. namanya juga tetep kentut meskipun sempet ditransfer ke botol beberapa detik.
Dikejar orang gila karena ngikutin dia, juga pernah. :D pokoknya banyak kejadian konyol bin gak penting kalo ngikutin bak Ila, tapi selalu seru, haha
Bak Ayu, orang perantauan di desa kami. Ibu asli Bojonegoro, Bapak dari Tuban. Dari kecil tinggal di Madura. Tapi, gak bisa ngomong Bahasa Jawa, gak bisa ngomong Bahasa Madura juga. Untung banget kan ada Bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Jadi dalam berkomunikasi dia  pake Bahasa itu. Ajaib. Anak ini tuh gak seneng basa-basi. Dari sakingnya, dia itu mengartikan “anggep aja rumah sendiri” dalam artian yang sebenarnya. Bahkan dia lebih sering tidur di rumahku daripada di rumahnya sendiri. Serius. Haha... dan mungkin malah lebih kangen sama mbahku daripada sama mbahnya sendiri. Ah, dia memang terlalu menyayangi keluargaku. Jadi terharu, hiks hiks srooot....
Bak Ita yang paling seumuran sama aku. Hanya selang beberapa bulan. Dari kecil kita itu beda banget, seperti antonim. Dia berkulit kuning, aku berkulit coklat. Dia berbadan kecil, aku berbadan besar dan berisi (bahkan waktu pertama bisa duduk, penampakanku seperti seorang petinju, kekar dan hitam, dan... gundul). Setiap kami berdua melewati rumah mbak Ila, Mak Mi (Ibunya mbak Ila) selalu memanggil kami dengan sebutan ‘se celleng’ (si hitam) buat aku, dan ‘se kotet’ (si boncel) buat bak ita. Sedari kecil dia selalu tampil feminim dengan rambut panjang dan baju yang girly, sedangkan aku, rambutku selalu pendek dan tidak pernah mau memakai rok. Dia sangat suka tampil, sedangkan aku pemalu. Tapi kemanapun kami selalu berdua, kayak Upin dan Ipin kali ya... dari saking seringnya berdua, banyak orang yang bilang kalau wajah kami sekilas mirip, padahal, sudah jelas kami berbeda dari kecil. Entahlah,, hehe. Jojoy juga pernah bilang “makanya jangan sama Ita trus, sampai-sampai wajahnya jadi mirip gitu”. See?
Menginjak masa SMP, aku yang introvert ini kembali dipertemukan dengan sahabat yang ekstrovert. Dua sekaligus. Ani dan Anggia. Aku kenal Ani dari kelas ! SMP. Tawanya yang khas selalu terkenang. Seperti mak lampir (hihi, sorry Ani). Dia dari Jember. Medoknya itu, kental sekali. Kalau dia ngomong, seisi kelas bisa dibuat tertawa. Selain Ani yang kocak, juga ada Hotim, anak sederhana dan bersahaja. Pendiam dan rajin. Anak yang lurus.
Nah, Anggia. Inget bangeeet pertama kali ketemu sama orang ini. Hari pertama masuk kelas VIII-4. Kesan pertama itu, “anak ini aneh banget”. Dengan rambutnya yang keriting gede, agak pirang, postur tubuh tinggi dan kurus, kaos kaki dengan karet yang sedikit kedodoran (dih sumpah dia itu dulu culun banget, bahkan itu betisnya kadang ada sisiknya, gak pake lotion tuh anak kali, haha) berdiri di depanku tolah-toleh, trus nanya “eh disini bangkunya kosong?” dengan satu anggukanku, jadilah kami teman sebangku di kelas itu.
Di awal, kadang suka kesel sendiri dengan teman sebangku yang gak bisa diem. Tempat duduk kami yang mepet tembok, kadang membuatku kesel sendiri karena badannya yang tinggi itu sering menghalangi pandanganku ke papan. Itu di awal aja sih, karena setelah beberapa hari, aku mulai bisa menyesuaikan. Dan luckyly, we have the same hobby. We both like wathching movie and reading novel. Jadilah kami bersatu saling bertukar cerita tentang film dan novel apa saja yang sudah pernah dibaca. Dari situ, kita berdua keranjingan sama yang namanya Harry Potter. Nonton bareng filmnya (pinjem VCD di rental), nunggu antrian pinjem novelnya (gia malah sampai beli), dan ngoleksi foto-fotonya (dulu, punya foto dari film yang kita suka itu something banget. Berharga banget, gak kayak sekarang. Bahkan si gia punya kebiasaan unik buat nonton Harry Potter. Diputar 3 kali. Sesi pertama beneran nonton, sesi kedua untuk motret adegan pake kamera hape, sesi ketiga adalah waktunya menikmati wajah rupawan Daniel Radcliffe). Apalagi ternyata dia sama penghayalnya seperti aku. Imajinasi kami terlalu tinggi buat anak seumuran itu. Haha. Trus kelas 2 SMP itu juga kan udah masanya puber, udah mulai naksir-naksir cowok gitu, hihi. Jadilah kita teman curhat dalam masalah yang satu ini. Apalagi Gia yang waktu itu naksir teman sekelas kami, cowok spektakuler di Sekolah pada masa itu. N, nama samarannya, haha aku masih inget. I have kept your secret till now, bibeh. ;)
Makin lama kayaknya kita makin klop aja, dan makin jodoh. Kenapa dibilang jodoh? Di SMA kita satu sekolah lagi, dan sampai kami berumur seperti sekarang, kami masih lengket, seperti pasangan lesbi kata Gia. Ck ck ck

SMA? Lain lagi ceritanya....
Panjaaaaaang.... lanjut lagi kuliah?? Lain lagiii haha
Every season has a unique story, and it just like a season for my own drama series, J

See you next chapter in my next story

Minggu, 26 April 2015

the fighter

Hari ini, 26 April 2015. Tepat satu bulan yang lalu aku dan kedua belas temanku resmi menyandang gelar Sarjana Pendidikan dari Universitas Trunojoyo Madura. Duh, kalo inget hari itu, rasa campur aduk yang aku rasain, kalo diibaratkan gado-gado, itu adalah gado-gado ternikmat yang bahkan seorang Chef Juna bakal mengomentari dengan kata “welldone!”. Ada rasa lega, ada rasa bahagia, ada rasa bangga, ada rasa terharu, ada rasa sedih, ya kayak gado-gado yang benar-benar dinikmati tiap suapnya. Kadang ada krupuk yang gurih, kadang ada sambel yang pedes.
Paling mengesankan waktu namaku disebut untuk pengukuhan yudisiawan, “Desi Faizah Cahyati, S.Pd”, then my heart answered, “Yes, I am”. Well, S.Pd itu hasil selama 3,5 tahun. Hehe
Ya, itu masa bahagianya. Sekarang aku sudah berpindah halaman. Dari dunia akademik sebagai mahasiswa, ke dunia nyata, sebagai sarjana, seperti ribuan sarjana lainnya. Dan lagu “sarjana muda” nya Iwan Fals berasa pas banget jadi theme song mengiringi satu bulan hidupku pasca wisuda.
            Engkau sarjana muda resah mencari kerja
            Mengandalkan ijazahmu
            Empat tahun lamanya bergelut dengan buku
            Sia-sia semuanya
Hiks... it is the real life, it is the jungle. And I am not the lion, I am not the tiger.
Mau ngajar di SD, ternyata gak sepolos yang aku kira. Impian selama menjadi mahasiswa pendidikan buat ngajar di pelosok negeri pun, kandas seketika, kebentur restu orangtua. Hiks...
“kalo kamu sampe berangkat kesana, dijamin mama gak bisa makan, gak bisa tidur mikirin kamu. Kamu mau?”
Aku menggeleng. Meski sebenernya dalam hati membatin, “kalo laper pasti makan, kalo ngantuk pasti tidur” (oke ini rada gak sopan, hehe)
Setelah percakapan mendalam, sebenernya alasan satu-satunya mereka memberi izin adalah, tidak pasrah melepas anak paling kecil ini ke perantauan. Ya kalo kamu anak terakhir, siap-siap menerima resiko ini.
Beberapa hari kemudian, dengan sedikit merengut aku berkata “masak aku mau sampe mati di sumenep terus?”
And the answer is, “nggak juga. Kalo kamu dapet pekerjaan di luar kota gak pa-pa. Asal jangan sampe  keluar Jawa. Terlalu jauh. Atau misalnya nanti ikut suami, itu juga gak pa-pa. Sudah tanggung jawab suami.”
Skak! Gak ngomong lagi.
Baiklah, mengalah. Mencari pekerjaan sebagai guru Sekolah Dasar di kota sendiri pun, harus cukup bersabar. Sempat terpikir buat mencari pekerjaan yang melenceng dari jurusan kuliah, tapi kok rasanya sedih dan gak rela banget. Karena selama kuliah dulu, yang kebayang aku bakal kerja di depan ruang kelas, bercengkrama sama murid-murid dan menertawakan tingkah mereka yang selalu ‘ada-ada aja’. Lalu mereka berebutan mencimu tanganku sepulang sekolah. Atau mengoceh kepadaku tentang apa saja. Dih, seneng banget ngebayanginnya. Toh, kalau nanti akhirnya aku memilih pekerjaan lain selain guru, akan aku catat disini, biar aku sendiri ingat, bahwa saat itu aku akan selalu merindukan saat-saat berada di depan kelas, berada di sekeliling murid-murid.
Kenapa? Karena kehidupan ini gak seideal yang aku bayangin. Tapi aku akan berusaha untuk terus berprasangka baik.
Ah, malah sekarang aku dapat pemikiran baru. Siapa bilang aku terkungkung karena pembatasan area oleh orangtuaku. Yang dibatasi kan Cuma area, tapi yang laiinya nggak. Hihi... oke! Insyaallah dimanapun itu, yang bermanfaat tetap akan berguna dan berharga. J

Ya, in this jungle,  I am not a lion, I am not a tiger. But surely, I am a fighter. J


Selasa, 17 Maret 2015

siput dan bahtera Nuh

diantara ribuan langkah yang tergopoh mendahului berlari menuju bahtera Nuh, seekor siput beringsut perlahan dengan keyakinan "pasti sampai sebelum badai tiba dan pasti tersedia tempat untukku".
maka aku akan melangkah dengan keyakinan yang sama dengan siput itu.

Selasa, 17 Februari 2015

ada tetes hujan yang tak langsung bersua tanah
jatuh di asbes yang keras.
menempel di kaca yang dingin.
mendarat di daun berayun.
tanpa peduli dimana, ia terus mengalir
mencari tempat yang semestinya.
karena tujuan tertinggi dari setetes air hujan adalah, meresap ditanah, merelakan dirinya diserap akar.
akar pikir, pohonnya akan menjulang tinggi mencapai langit.
tapi air hujan paling tahu, untuk mencapai langit, tidak sesederhana itu.

Senin, 09 Februari 2015

dari dulu aku membayangkan berkata pada kedua orangtuaku "terserah mama dan papa saja. jika kalian iya, aku juga iya."
tapi kenyataannya, sulit sekali mengatakan itu.
huffthththt

karena nyatanya sangat sulit menyatukan keinginan yang berbeda.
bismillah... aku serahkan tanganku, agar Allah yang menuntun langkahku.

Kamis, 05 Februari 2015

bukan baik, tapi penakut

dia dikenal sebagai orang baik. semua orang berkata dia orang baik-baik. banyak yang memuji kebaikannya. baik. baik. baik.
tidak, dia bukan baik.
dia hanya penakut.
dia takut dianggap pemarah, maka setiap kali emosi memuncak, ditahannya. lebih dipilihnya pergi menghindar. meluapkan emosi dengan menangis sendirian.
dia takut kata-katanya melukai perasaan, maka dia hanya sedikit berbicara. lebih memilih kata yang menghibur daripada yang meyakitkan.

jadi jangan lagi panggil dia orang baik. dia itu penakut.

jika memang dia orang baik, dia terlalu baik bagi hatinya sendiri. tidak membiarkan siapapun masuk ke dalamnya. baik atau penakut? ya, dia penakut. terlalu takut untuk patah hati.

dia tidak baik, dia hanya penakut.
sungguh.

Rabu, 21 Januari 2015

Papa, hari ini rasanya hatiku nyilu sekali...
Melihat pandangan sinis orang-orang, bukan, maksudku teman-temanku.
Apakah berjalan di depan mereka adalah kesalahan? Mereka tersenyum di depan tapi mencibir di belakang. Sungguh aku baru tahu bahwa yang seperti itu benar-benar ada.
Dunia tidak seramah itu ya ternyata? Bahkan wajah-wajah ramah itu, mungkin aku harus menyelidiki dengan teliti, berapa lapis topeng yang mereka gunakan di depanku?
papa, mungkin karena aku jauh dari rumah, yang terdengar hanya ocehan sumbang. Tanpa ada suara merdu yang menguatkan. Seperti suara mama.
Tapi setelah aku renungkan lagi, memangnya apa yang bisa anakmu perbuat terhadap mereka?
Lalu aku ingat mama pernah berkata, jika nanti kamu bertemu orang-orang semacam itu, yang perlu kamu lakukan hanyalah tunjukkan kemampuan terbaikmu. Bahwa kamu memang pantas berada di atas mereka. Bukan malah menangis.
I am trying. Tapi anakmu yang manja ini malah menangis menjadi. Mungkin karena masih terlalu lemah. Tak sekuat kalian.

Motivasiku hanyalah menyelipkan sedikit kebanggaan di hati kalian memiliki anak sepertiku. Siapa mereka yang berhak menghancurkan impianku itu? Aku berjanji, tidak akan gentar karena ini. Karena sekarang mottoku bukan lagi “anak mama selalu baik” tapi “anak mama selalu kuat. Setegar mamanya.”