Rabu, 13 Maret 2013

Secret Admirer


Pertama kali aku melihatnya dengan tidak sengaja, tapi cukup membuat pikiranku buyar. kesanku, dia adalah manusia biasa yang dianugerahi sedikit kelebihan secara fisik oleh Tuhan. Mungkin tidak semua orang akan menyebutnya tampan. Tapi bagiku, ingin sekali ku katakan "ya, kamu. seperti ini tipeku!"

Dia bukan cowok tampan yang populer di kampus. Dia juga bukan mahasiswaberprestasi  yang dielu-elukan para dosen. Dan kurasa dia juga tidak termasuk jajaran cowok-cowok keren yang selalu menjadi topik pembicaraan cewek-cewek di setiap pojok kelas, dan kantin kampus. seperti yang ku katakan tadi, dia manusia biasa. Dia cowok yang sangat biasa, dengan sedikit kelebihan dari Tuhan.

Kedua kali aku melihatnya, kali ini dengan sengaja. Dia duduk disana. Di sebelah teman perempuannya yang sedang menangis. Timbul berbagai prasangka dalam benakku.Aku mereka-reka "pacarnyakah?"
Aku hanya bertanya tanpa ada rasa kecewa, sedih dan semacamnya. Toh ternyata selang beberapa jam aku sudah tidak mmemikirkan peristiwa itu lagi.
Sampai jam itu bergulir jadi hari, dan hari melangkah menjadi minggu.
Dan aku melihatnya lagi. Berjongkok di sebelah perempuan yang sedang menangis. Perempuan yang berbeda dengan minggu lalu. Satu pertanyaan muncul dengan tiba-tiba dalam otakku, "playboykah dia?"
Masa bodoh tentang itu untuk saat ini! Tapi kenapa aku begitu perduli?

Hal yang paling mengejutkan adalah, setelah dua hari kemudian aku melihatnya tertawa-tawa bersama sahabatku, Citra. Hal ini membuatku otomatis mengerutkan dahi penuh tanda tanya. "Citra kah korban selanjutnya?"

Segera aku membalikkan badan dan berniat menjauhi mereka. Tapi terlambat. Citra telah melihat dan memanggilku. Dengan salah tingkah aku menghampiri mereka.
Citra tersenyum padaku. Dia juga. Tapi aku benar-benar tidak berminat membalas senyuman dari siapapun untuk saat ini karena tanda tanya yang melebihi kapasitas dalam kepalaku.

Lalu dia pergi meninggalkan aku dan Citra yang menatap punggungnya sampai hilang dibalik pintu kelas.
"Orangtuaku berantem lagi." Citra bercerita tanpa ditanya. Dia tersenyum kecut, menampakkan kegalauan. "bisa stress aku."
"dan dia?" tanyaku.
"dia?" Citra mengulangi pertanyaanku. "Dia emang gitu kok. Kalo liat cewek nangis, pasti dia dateng. Dihibur." Citra tersenyum."Dan aku nangis sendirian tadi disini. Baik banget ya dia?"

Baru kudapatkan jawaban dari semua pertanyaanku. Namun sekaligus memunculkan pertanyaan baru, "untuk apa dia melakukan itu?"
Seakan bisa membaca pikiranku, Citra berkata "dan dia sering melakukan itu tanpa alasan apa pun. Murni cuma menghibur. Kalo dia playboy, pasti udah dipacarin semua tuh cewek-cewek. iya kan?"
"Is he an angel or something?" tanyaku.
Citra menjawab dengan mengangkat bahunya.

Mungkin saat pertama kali aku melihatnya aku sama sekali tidak berpikir tentang hal ini. Tapi unutk saat ini yang terpikirkan olehku adalah, dia seorang malaikat yang turun ke bumi, menyamar menjadi manusia biasa. Melepaskan sayapnya, menanggalkan pakaian putih bercahaya dan menyimpan tongkatnya.

Bukan hal baru lagi bagiku saat melihatnya berada disamping perempuan-perempuan berwajah murung. Ya Tuhan... aku semakin... kagum. Bukan karena secara fisik seperti saat pertama aku melihatnya.

Ingin sekali rasanya mendapati dia datang dan menghiburku. Tapi apakah aku harus bersedih dulu? Hal apa yang bisa membuatku sedih?

Aku berpikir. Ternyata menjadi sedih lebih sulit daripada yang ku kira. Yang ku kira adalah lebih mudah bersedih daripada berbahagia. Karena kenyataannya orang lebih mudah mengeluh daripada bersyukur.

Mungkin aku harus berakting?
Oh.. Tidak! It's not good idea.
Hampir pusing setengah mati aku memikirkannya. Baru kali ini aku berharap sebuah masalah mendatangiku. Apa pun itu. Lalu aku akan menangis sekeras mungkin di depannya. Akan ku biarkan dia menghapuskan air mataku. Biar dia juga bisa menjadi malaikatku, seperti dia menjadi malaikat mereka. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar