Novel. Tulisan
bercerita fiksi atau nonfiksi ini adalah jenis bacaan favoritku. Beri aku
pilihan, ditraktir makan atau ditraktir novel, aku pasti pilih novel (selain
lebih mahal juga.. hehe).
Menurutku novel hanya
ada dua jenis. Biasa aja dan bagus banget
(diucapkan dengan menggebu-gebu). Golongan terendah adalah ‘biasa aja’, karena
gak ada novel yang jelek. Golongan novel ini adalah yang aku baca saat
‘mentok’, kondisi dimana lagi gak ada kerjaan dan gak ada buku lain yang bisa
dibaca. Novel ini adalah pilihan alternativ untuk menghindari membaca buku
penuh teori yang membosankan, hehehe…
Seperti apa
novel-novel biasa aja itu?
Aku gak mau nyebutin
judulnya satu persatu yaa. Karena ini subjektif banget, penilaianku pribadi.
Novel biasa aja itu adalah novel yang setelah dibaca satu bab dua bab, selembar
dua lembar, atau malah satu halaman, aku bisa berhenti tanpa alasan apapun.
Lanjut membaca lagi, berhenti lagi. Novel yang dengan tanpa rasa berat hati ku
letakkan ketika mama memanggil atau ponakanku rewel. Novel yang tidak aku bawa
jika harus pergi keluar rumah. Membaca novel ini membutuhkan waktu lama, karena
hanya dibaca saat-saat tertentu, seperti yang disebutkan tadi, jika tidak ada
buku lain. hal positif dari novel jenis ini adalah, efektiv sekali untuk teman
pengantar tidur. Layaknya membaca buku pelajaran yang berfungsi sebagai
penghantar kantuk terbaik.
Jenis yang kedua
adalah ‘bagus banget!’
Jenis novel ini
bahaya banget buat aku. Kalo udah berhadapan jenis yang satu ini, aku serasa
sendirian ditempat seramai apapun. Gak perduli keadaan sekitar, (kecuali ada
kereta api tabrakan sama kapal feri sih ya), kayak orang gak punya telinga, dan
leher anti linu, nunduk terus. Mengeluh dan gak rela kalo harus berhenti baca
karena alasan tertentu, ya misal dipanggil mama untuk menjalankan tugas negara.
Kalau kalian bertemu aku di kampus atau dimanaa saja dan ada ransel menempel di
punggung, periksa saja isinya. Jika ada novel, maka bisa jadi itu novel
kategori ‘bagus banget’. Karena aku selalu membawanya kemana-mana. Siapa tahu
disela-sela aktivitas, ada kesempatan untuk membaca. misalnya, membaca sembari
menunggu dosen datang. Pernah waktu baca ‘Harry Potter dan relikui kematian’,
novel itu aku bawa kemana-mana, aku peluk keluar masuk rumah. Ada teman mama
bertamu dan bertanya “wah, buku apa itu de? Kok tebel banget.” Mama yang
menjawab, “itu kitab suci nya desi.” Aku, hanya cengengesan saja diledek
begitu.
Kalau pagi hari kamu
lihat mataku sedikit mirip panda lalu bertanya “abis begadang de? Ngapain?” dan
jawabanku “baca novel”, maka itu bisa jadi novel yang ‘bagus banget’. Karena
gak rela berhenti baca, gak rela tidur mem-pause nya, (herannya ini hanya
berlaku pada novel. Gak pernah aku baca buku filsafat pendidikan, teori belajar
dan pembelajaran, dll sampe rela gak tidur.) pengalaman sih baca ‘ayat-ayat
cinta’ sehari semalem nonstop tanpa tidur, Cuma break mandi dan shalat. Makan
aja sambil baca. Alhasil balas dendam aku tidur dari sore sampai pagi. Saat
baca ‘Harry Potter dan Pangeran Berdarah Campuran’ aku ingat masih SMP. Masih
rada-rada ketat gitu, ada jam tidur. Jam tidur tiba, semua lampu dimatikan.
Dengan liciknya, aku baca itu novel pake senter HP. Cerdas bukan? Kegelapan bukanlah alasan (dan
herannya kalo ulangan, mati lampu adalah alasan mengapa tidak belajar).
Kalau aku lagi nunduk
tekun baca novel, lalu kamu lihat aku tersenyum, tertawa, merengut, dan
menangis sendiri, hehe ya ya,, itu tandanya… ya, novel ‘bagus banget’.
Dan terakhir, dia
berhasil mempengaruhi aku. Harry Potter makes me believe that magic is real.
Seri Laskar Pelangi membuatku percaya pada mimpi, khusus Edensor, setelah
membacanya aku mencantumkan Edensor dalam daftar tempat yang ingin dikunjungi.
Ayat-Ayat Cinta membuatku entah sedikit atau banyak bertambah religius. KCB
membuatku percaya bahwa, ehm… jodoh pasti bertemu. AKAR, membuatku ingin
menjadi backpacker yang mengelilingi dunia macam Bodhi, meski tidak tetarik
pada tatonya. Negeri 5 Menara membuatku sempat berpikir “kalo punya anak,
masukin pesantren aja kali ya”. Twilight, wew… Stephenie Meyer makes me really
in love with a vampire, padahal dari dulu dalam bayanganku vampir adalah
makhluk yang menyeramkan. What else? Masih banyak novel ‘bagus banget’ lainnya,
yang sayangnya untuk saat ini hanya itu saja yang aku ingat, hehe…