Selasa, 22 April 2014


Novel. Tulisan bercerita fiksi atau nonfiksi ini adalah jenis bacaan favoritku. Beri aku pilihan, ditraktir makan atau ditraktir novel, aku pasti pilih novel (selain lebih mahal juga.. hehe).
Menurutku novel hanya ada dua  jenis. Biasa aja dan bagus banget (diucapkan dengan menggebu-gebu). Golongan terendah adalah ‘biasa aja’, karena gak ada novel yang jelek. Golongan novel ini adalah yang aku baca saat ‘mentok’, kondisi dimana lagi gak ada kerjaan dan gak ada buku lain yang bisa dibaca. Novel ini adalah pilihan alternativ untuk menghindari membaca buku penuh teori yang membosankan, hehehe…
Seperti apa novel-novel biasa aja itu?
Aku gak mau nyebutin judulnya satu persatu yaa. Karena ini subjektif banget, penilaianku pribadi. Novel biasa aja itu adalah novel yang setelah dibaca satu bab dua bab, selembar dua lembar, atau malah satu halaman, aku bisa berhenti tanpa alasan apapun. Lanjut membaca lagi, berhenti lagi. Novel yang dengan tanpa rasa berat hati ku letakkan ketika mama memanggil atau ponakanku rewel. Novel yang tidak aku bawa jika harus pergi keluar rumah. Membaca novel ini membutuhkan waktu lama, karena hanya dibaca saat-saat tertentu, seperti yang disebutkan tadi, jika tidak ada buku lain. hal positif dari novel jenis ini adalah, efektiv sekali untuk teman pengantar tidur. Layaknya membaca buku pelajaran yang berfungsi sebagai penghantar kantuk terbaik.
Jenis yang kedua adalah ‘bagus banget!’
Jenis novel ini bahaya banget buat aku. Kalo udah berhadapan jenis yang satu ini, aku serasa sendirian ditempat seramai apapun. Gak perduli keadaan sekitar, (kecuali ada kereta api tabrakan sama kapal feri sih ya), kayak orang gak punya telinga, dan leher anti linu, nunduk terus. Mengeluh dan gak rela kalo harus berhenti baca karena alasan tertentu, ya misal dipanggil mama untuk menjalankan tugas negara. Kalau kalian bertemu aku di kampus atau dimanaa saja dan ada ransel menempel di punggung, periksa saja isinya. Jika ada novel, maka bisa jadi itu novel kategori ‘bagus banget’. Karena aku selalu membawanya kemana-mana. Siapa tahu disela-sela aktivitas, ada kesempatan untuk membaca. misalnya, membaca sembari menunggu dosen datang. Pernah waktu baca ‘Harry Potter dan relikui kematian’, novel itu aku bawa kemana-mana, aku peluk keluar masuk rumah. Ada teman mama bertamu dan bertanya “wah, buku apa itu de? Kok tebel banget.” Mama yang menjawab, “itu kitab suci nya desi.” Aku, hanya cengengesan saja diledek begitu.
Kalau pagi hari kamu lihat mataku sedikit mirip panda lalu bertanya “abis begadang de? Ngapain?” dan jawabanku “baca novel”, maka itu bisa jadi novel yang ‘bagus banget’. Karena gak rela berhenti baca, gak rela tidur mem-pause nya, (herannya ini hanya berlaku pada novel. Gak pernah aku baca buku filsafat pendidikan, teori belajar dan pembelajaran, dll sampe rela gak tidur.) pengalaman sih baca ‘ayat-ayat cinta’ sehari semalem nonstop tanpa tidur, Cuma break mandi dan shalat. Makan aja sambil baca. Alhasil balas dendam aku tidur dari sore sampai pagi. Saat baca ‘Harry Potter dan Pangeran Berdarah Campuran’ aku ingat masih SMP. Masih rada-rada ketat gitu, ada jam tidur. Jam tidur tiba, semua lampu dimatikan. Dengan liciknya, aku baca itu novel pake senter HP.  Cerdas bukan? Kegelapan bukanlah alasan (dan herannya kalo ulangan, mati lampu adalah alasan mengapa tidak belajar).
Kalau aku lagi nunduk tekun baca novel, lalu kamu lihat aku tersenyum, tertawa, merengut, dan menangis sendiri, hehe ya ya,, itu tandanya… ya, novel ‘bagus banget’.
Dan terakhir, dia berhasil mempengaruhi aku. Harry Potter makes me believe that magic is real. Seri Laskar Pelangi membuatku percaya pada mimpi, khusus Edensor, setelah membacanya aku mencantumkan Edensor dalam daftar tempat yang ingin dikunjungi. Ayat-Ayat Cinta membuatku entah sedikit atau banyak bertambah religius. KCB membuatku percaya bahwa, ehm… jodoh pasti bertemu. AKAR, membuatku ingin menjadi backpacker yang mengelilingi dunia macam Bodhi, meski tidak tetarik pada tatonya. Negeri 5 Menara membuatku sempat berpikir “kalo punya anak, masukin pesantren aja kali ya”. Twilight, wew… Stephenie Meyer makes me really in love with a vampire, padahal dari dulu dalam bayanganku vampir adalah makhluk yang menyeramkan. What else? Masih banyak novel ‘bagus banget’ lainnya, yang sayangnya untuk saat ini hanya itu saja yang aku ingat, hehe…


Tidak ada komentar:

Posting Komentar