Jumat, 01 Maret 2013

guru, begitu.


Dosenku bilang, guru adalah aktor. Aku, calon guru. Aku adalah calon aktor. Dimana aku harus berlatih untuk bisa berakting menjadi sosok yang sempurna di mata peserta didik. Karena guru, digugu dan ditiru. Siapa yang tidak lolos casting, maka dia belum layak untuk memerankan tokoh guru.
Ya, ternyata menjadi seorang guru memang selayaknya aktor. Tidak perduli apa perasaan kami, kami dituntut untuk tampil brilian di depan kelas. Kelas adalah panggung kami. Disanalah kami berperan menjadi sosok yang menyenangkan, cerdas, tegas, dan sabar.
Satu nasihat lagi dari dosenku, “jangan masuk kelas sebelum kamu bisa tersenyum. Jika tidak bisa, lebih baik kosongkan saja”.
Memang berat mungkin tersenyum saat perasaan sedang tidak pas untuk tersenyum. Tapi, itulah aktor. Harus bisa membuat sesuatu yang bohong tampak seperti nyata. Maka dia baru dikatakan aktor profesional. Guru profesional juga begitu.
Aku jadi teringat sebuah kisah tentang seorang guru dalam buku “positive teaching” yang pernah ku baca. Guru tersebut setiap sebelum dan sesudah masuk kelas, selalu bergelantungan di sebuah pohon di belakang sekolah. Kepala sekolah yang memperhatikan hal itu setiap hari mulai penasaran dan bertanya, kurang lebih kata-katanya seperti ini, “pak, saya perhatikan setiap pagi dan sebelum pulang bapak selalu bergelantungan di pohon itu. Saya penasaran, sebenarnya untuk apa?”
Guru tersebut tersenyum, “itu pak, di pagi hari saya bergelantungan di pohon itu untuk menggantungkan masalah yang saya bawa dari rumah. Karena saya tidak boleh membawa masalah saya ke dalam kelas. Setelah pulang sekolah, saya mengambil kembali masalah yang saya titipkan di pohon itu.”
Kepala sekolah tersenyum puas mendengar jawaban dari guru tersebut.
See? Itulah guru yang baik. :)
siswa-siswa SDN GiliAnyar, Kamal, Bangkalan, Madura.

2 komentar:

  1. Mudah-mudahan nanti bisa jadi guru yang disukai murid-muridnya dan menjadi guru paling dikenang oleh setiap siswa. :)

    BalasHapus