Sabtu, 20 Desember 2014

will we be 'like this' forever?



perempuan ini,  yang kukagumi wajah dan pribadinya selama sembilan tahun lamanya sejak pertemanan kami bermula, datang menghampiri dan menggenggam tanganku. tangannya yang hangat dan kesat terasa kontras dengan tanganku yang selalu berkeringat. tapi dia tak pernah risih bersentuhan dengan keringat di telapak tanganku. buktinya tiap kali kami bersalaman ataupun berpegangan seperti sekarang, dia tidak pernah mengeluhkan tanganku yang basah. dan juga tidak bertanya, kenapa di cuaca yang dingin ditengah hujan deras ini tanganku masih saja berkeringat. karena sungguh jika dia bertanya, maka jawabanku, 'dalam cuaca apapun telapak tangan ini akan selalu berkeringat kalau ada kau di dekatku'. ya, telapak tangan ini terlampau jujur mengisyaratkan rasa yang coba disembunyikan detak jantung, getar suara dan mata. membuatku selalu menyembunyikannya di dalam saku celana atau mendekapnya dalam genggaman tangan yang satu lagi.
tapi apa dayaku kalau tangan hangatnya selalu bergelayut manja di lenganku, lalu menemukan tanganku, lalu menggenggamnya dengan erat.
persis seperti sekarang. apa gunanya aku mengalihkan pandangan dari perempuan disampingku dan memilih menatap hujan dihadapanku, kalau jari-jari tangan 'tak kompak' ini bertaut erat dengan miliknya?
jangan kira aku tidak senang, rasanya sayap mulai tumbuh dari pundakku dan aku siap terbang melayang-layang. kupandangi lagi wajahnya. dia selalu terlihat cantik dan ceria. seketika aku merasa begitu bersyukur sebagai seorang lelaki, aku bisa menemaninya.

masih menatap hujan yang sama dengan yang kutatap, dia berkata

"matahari
sebagai pusat
bulan
setia mendampingi
mars
kawan lama bak saudara
pluto
yang terjauh, terpencil, terlupakan lalu menghilang
pilihkan satu tempat untukku
bila kau adalah bumi"

aku tersenyum geli. dia selalu puitis dan aku tidak. tidak pernah bisa membalas kata-kata indahnya dengan serupa.
aku tersenyum geli karena tidak menemukan kata-kata yang pas untuk menjawabnya meski aku punya jawaban yang mutlak di dalam hati.
dia mulai menggerak-gerakkan tangan kami, nampak tidak sabar.
"ehm... aku ingin tempatmu disini." ku angkat tangan kami yang bertaut "dan begini. saja."
dia tersenyum. manis sekali. oh, sayapku mengepak-ngepak, tak bisa menahan diri untuk tidak terbang sekarang juga.
tanpa kutahu, mungkin dipundak perempuan ini, sayap kecilnya juga tak bisa mengelak untuk terbang.

Rabu, 10 Desember 2014

you raise me up to more than I can be


Aku ingin bercerita pada papa
Tentang detik yang kulewati hari ini,
Yang kulewati kemarin dan setiap hari
Aku ingin mengadu pada papa
Banyak ketidakramahan yang kualami
Jauh berbeda dengan dirumah
Ingin memberi tahu,
Hari ini hujan seharian
Dan aku sagat menikmati
Ya, pada papa saja
Lalu membenamkan wajah didadanya
Untuk menyembunyikan airmata
Atau bersandar dibahunya
Agar bisa melirik senyumnya

Iin, temen kos cumi yang anggota PS (Paduan Suara) Golden di kampus memberiku undangan konser ulang tahun UKM nya. Ulang tahun paduan suara satu-satunya di kampus. Konsernya bertajuk “Golden Dreams for Our Parents”.
Ruangan auditorium kampus disetting persis tempat konser opera. Semua dinding dilapisi kain hitam, dan lampu dipadamkan saat pertunjukan. Dari tema konser, jelaslah apa visi dan misi konser itu. Untuk mengingatkan kita akan masa kecil, dimana begitu banyak impian yang didedikasikan untuk membahagiakan orangtua. Sekarang, masihkah kita konsisten pada tujuan itu?
Alunan lagu bertema kasih sayang orangtua dinyanyikan. Saat paduan suara menyanyikan lagu “Bunda” dari Potret, ku pikir aku akan menangis. Ternyata tidak. Tapi aku sangat menikmati dan merinding juga..
Yang tidak disangka, ketika dinyanyikan lagu “yang terbaik bagimu” dari Ada Band feat Gita Gutawa, merdunya suara para penyanyi mengiring bayangan wajah papa yang terlihat sangat jelas di ruangan gelap itu. Tidak tahu kenapa, tiba-tiba dadaku sesak dan tetes bening itu mengalir di pipi.
Disusul dengan lagu “You Raise Me Up”, bayangan papa semakin nyata.
Papaku itu, orang yang tidak romantis. Dia tidak pernah mengucapkan dengan kata-kata “papa sayang kamu, nak”,
Dia tidak pernah memuji kami, “aku bangga padamu, nak”.
Dia juga tidak pernah membela saat kami bertengkar dengan teman
Papa bukanlah orang yang  bersikap serius terhadap kami dalam kesehariannya. Selalu saja menanggapi sikap kami dengan candaan. Yang kutahu menyimpan keseriusan didalamnya.
Aku tahu papa tidak pernah menanggapi serius saat kami berkeluh kesah atau mengadu. Mungkin ia tak ingin anaknya jadi tukang mengeluh atau tukang ngadu.
Aku ingat saat aku mengeluh pada papa sebelum berangkat KKN semester lalu,
“nanti ditempat KKN itu gak ada air, mandi susah, nyucinya gimana, ambil wudhu juga gimana. Pas puasa lagi. Tidurnya juga Cuma ditikar. Nanti makan sahur sama buka puasanya gimana? Yang paling penting itu air... gimana kalo beneran gak ada air??? ”
Dan taggapannya, “ tak usah lebay. Buktinya ada orang yang bisa hidup disana. Masak kamu gak bisa?”
Nah, ngadu sama papa itu memang bikin kapok buat ngadu. See?
Papa tidak pernah memuji.
Dulu, saat wisuda D3 Keperawatn, Bak Eka, kakakku yang tertua adalah lulusan terbaik. Dia maju ke podium untuk memberi sambutan selaku lulusan terbaik. Sepulang dari acara wisuda, sampai tiba dirumah, aku sama sekali tidak mendengar papa memuji Mbak Eka. Tapi senyumnya, merekah sepanjang hari.
Jika ingin tahu sayangnya papa kepada kami, jangan tunggu dia bilang sayang. Rasanya mustahil sekali. Tapi coba lihat dari yang dia lakukan. J
You raise me up so I can stand on mountain
You raise me up to walk in stormy seas
I am strong when I am on your shoulder
You raise me up to more than I can be

Yes he does
Dia tidak pernah membiarkan kami mengeluh karena dia yakin bahwa kami bisa. Bahwa kami mampu melebihi yang kami bayangkan. Bahkan disaat kami tidak percaya pada kemampuan kami sendiri.
Dibalik kata “jangan lebay” nya, dia tidak mengizinkan kami mengeluh. Terutama aku, putrinya yang paling manja.
Aku teringat lagi wajah papa yang semakin menua. Namun senyumnya tidak pernah berubah. Tetap hangat dan manis.
Aku ingin mengatakan langsung padamu,
“don’t you know pa? You are my real hero, my idol, and I love you”
Tapi tentu tidak akan kukatakan, karena aku juga tidak romantis. Sama seperti papa. Hehe
Tidak ada yang salah dengan tidak romantis, kalau romantis hanya diukur dengan kata-kata. Papa punya cara lain menunjukkan kasih sayangnya. Setiap orang punya cara berbeda.
Teringat masa kecilku
Kau pelukdan kau manja
Indahnya saat itu
Buatku melabung disisimu
Terngiang hangat nafas, segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu
Kau ingin ku menjadi yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu
Jauhkan godaan yang mungkin ku lakukan
Dalam waktu ku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku terbelenggu,
Jatuh, dan terinjak
Tuhan tolonglah,
Sampaikan sejuta sayangku untuknya
Ku trus berjanji takkan khianati pintanya
Ayah dengarlah,
Betapa sesungguhnya ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuhi maumu
Andaikan detik itu kan bergulir kembali
Ku rindukan suasana basuh jiwaku
Membahagiakan aku
Yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu yang telah terlewati....
(Ada Band feat Gita Gutawa)




you raise me up to more than I can be


Aku ingin bercerita pada papa
Tentang detik yang kulewati hari ini,
Yang kulewati kemarin dan setiap hari
Aku ingin mengadu pada papa
Banyak ketidakramahan yang kualami
Jauh berbeda dengan dirumah
Ingin memberi tahu,
Hari ini hujan seharian
Dan aku sagat menikmati
Ya, pada papa saja
Lalu membenamkan wajah didadanya
Untuk menyembunyikan airmata
Atau bersandar dibahunya
Agar bisa melirik senyumnya

Iin, temen kos cumi yang anggota PS (Paduan Suara) Golden di kampus memberiku undangan konser ulang tahun UKM nya. Ulang tahun paduan suara satu-satunya di kampus. Konsernya bertajuk “Golden Dreams for Our Parents”.
Ruangan auditorium kampus disetting persis tempat konser opera. Semua dinding dilapisi kain hitam, dan lampu dipadamkan saat pertunjukan. Dari tema konser, jelaslah apa visi dan misi konser itu. Untuk mengingatkan kita akan masa kecil, dimana begitu banyak impian yang didedikasikan untuk membahagiakan orangtua. Sekarang, masihkah kita konsisten pada tujuan itu?
Alunan lagu bertema kasih sayang orangtua dinyanyikan. Saat paduan suara menyanyikan lagu “Bunda” dari Potret, ku pikir aku akan menangis. Ternyata tidak. Tapi aku sangat menikmati dan merinding juga..
Yang tidak disangka, ketika dinyanyikan lagu “yang terbaik bagimu” dari Ada Band feat Gita Gutawa, merdunya suara para penyanyi mengiring bayangan wajah papa yang terlihat sangat jelas di ruangan gelap itu. Tidak tahu kenapa, tiba-tiba dadaku sesak dan tetes bening itu mengalir di pipi.
Disusul dengan lagu “You Raise Me Up”, bayangan papa semakin nyata.
Papaku itu, orang yang tidak romantis. Dia tidak pernah mengucapkan dengan kata-kata “papa sayang kamu, nak”,
Dia tidak pernah memuji kami, “aku bangga padamu, nak”.
Dia juga tidak pernah membela saat kami bertengkar dengan teman
Papa bukanlah orang yang  bersikap serius terhadap kami dalam kesehariannya. Selalu saja menanggapi sikap kami dengan candaan. Yang kutahu menyimpan keseriusan didalamnya.
Aku tahu papa tidak pernah menanggapi serius saat kami berkeluh kesah atau mengadu. Mungkin ia tak ingin anaknya jadi tukang mengeluh atau tukang ngadu.
Aku ingat saat aku mengeluh pada papa sebelum berangkat KKN semester lalu,
“nanti ditempat KKN itu gak ada air, mandi susah, nyucinya gimana, ambil wudhu juga gimana. Pas puasa lagi. Tidurnya juga Cuma ditikar. Nanti makan sahur sama buka puasanya gimana? Yang paling penting itu air... gimana kalo beneran gak ada air??? ”
Dan taggapannya, “ tak usah lebay. Buktinya ada orang yang bisa hidup disana. Masak kamu gak bisa?”
Nah, ngadu sama papa itu memang bikin kapok buat ngadu. See?
Papa tidak pernah memuji.
Dulu, saat wisuda D3 Keperawatn, Bak Eka, kakakku yang tertua adalah lulusan terbaik. Dia maju ke podium untuk memberi sambutan selaku lulusan terbaik. Sepulang dari acara wisuda, sampai tiba dirumah, aku sama sekali tidak mendengar papa memuji Mbak Eka. Tapi senyumnya, merekah sepanjang hari.
Jika ingin tahu sayangnya papa kepada kami, jangan tunggu dia bilang sayang. Rasanya mustahil sekali. Tapi coba lihat dari yang dia lakukan. J
You raise me up so I can stand on mountain
You raise me up to walk in stormy seas
I am strong when I am on your shoulder
You raise me up to more than I can be

Yes he does
Dia tidak pernah membiarkan kami mengeluh karena dia yakin bahwa kami bisa. Bahwa kami mampu melebihi yang kami bayangkan. Bahkan disaat kami tidak percaya pada kemampuan kami sendiri.
Dibalik kata “jangan lebay” nya, dia tidak mengizinkan kami mengeluh. Terutama aku, putrinya yang paling manja.
Aku teringat lagi wajah papa yang semakin menua. Namun senyumnya tidak pernah berubah. Tetap hangat dan manis.
Aku ingin mengatakan langsung padamu,
“don’t you know pa? You are my real hero, my idol, and I love you”
Tapi tentu tidak akan kukatakan, karena aku juga tidak romantis. Sama seperti papa. Hehe
Tidak ada yang salah dengan tidak romantis, kalau romantis hanya diukur dengan kata-kata. Papa punya cara lain menunjukkan kasih sayangnya. Setiap orang punya cara berbeda.
Teringat masa kecilku
Kau pelukdan kau manja
Indahnya saat itu
Buatku melabung disisimu
Terngiang hangat nafas, segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu
Kau ingin ku menjadi yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu
Jauhkan godaan yang mungkin ku lakukan
Dalam waktu ku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku terbelenggu,
Jatuh, dan terinjak
Tuhan tolonglah,
Sampaikan sejuta sayangku untuknya
Ku trus berjanji takkan khianati pintanya
Ayah dengarlah,
Betapa sesungguhnya ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuhi maumu
Andaikan detik itu kan bergulir kembali
Ku rindukan suasana basuh jiwaku
Membahagiakan aku
Yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu yang telah terlewati....
(Ada Band feat Gita Gutawa)




Sabtu, 06 Desember 2014

cukup sekali
kalau sudah tahu rasanya kenapa harus diulang?
aku pernah mengatakannya sekali
tapi tidak dipercaya
meski ia berkata iya
tapi akhirnya pergi juga
ia tak percaya
lalu aku juga mulai ragu
lalu apa gunanya?
pergilah

macan berlari
semut bejalan
aku bisa melakukan keduanya
sekaligus tidak
bergantung mana yang aku mau
bergantung siapa yang mendorong di belakangku
bergantung siapa yang menunggu di depanku
atau,
bergantung aku sendiri
kita gak perlu terburu-buru
hanya perlu sesuai dengan waktu
ya memang apalgi yang bisa diperbuat terhadap sesuatu yang tidak bisa dilawan?
bergerak bersamanya.

Selasa, 02 Desember 2014

gili labaaak !!!!

Pulau Gili Labak, memang akhir-akhir ini digadang-gadang sebagai tempat wisata terbaru di Kabupaten Sumenep. Selain tempatnya yang terjangkau (1-2 jam perjalanan laut), pulau ini memang memiliki banyak keunikan.
Kalau yang dibahas soal keindahan atau kealamiannya, sudahlah tidak usah diragukan lagi. Pulau Gili Labak asli indah dan alami. Kalau mau tahu lebih banyak lagi tentang keunikannya, coba deh searching kalo gak percaya. Pulau ini luasnya kurang lebih 5 hektar doang. Mengelilingi pulau ini dengan berjalan kaki Cuma membutuhkan waktu gak lebih dari 30 menit. See? Kecil kan. Penduduknya? Sekitar 30 kepala keluarga. Seisi pulau pasti saling mengenal. Atau mungkin mereka masih satu keturunan nenek moyang ya? Hanya Tuhan yang tahu.
Oke, Gili Labak emang udah tersohor sebelum aku nulis ini. Tapi boleh ya aku share pengalamanku berkunjung ke pulau yang akhir-akhir ini menjadi trending topic. Yang katanya bakal jadi tempat wisata paling berkompeten di Kabupatenku tersayang, Sumenep.
First... perjalanan dimulai dari pelabuhan di pulau Talango. Karena ceritanya aku ngikut rombongan Puskesma Talango (tempat kerja Bak Eka) yang memang ada agenda setiap tahun melakukan kunjungan atau pelayanan bagi pulau terpencil, salah satunya Gili Labak ini. Lamaaa nunggu perahu charteran, sampai-sampai rencana ke Gili Labak terancam gagal, akhirnya yang ditunggu datang juga. Dari jam setengah sembilan sampai jam sepuluh lewat seperempat. Nunggunya sampe kedenger bunyi kriiik kriiik gitu. nunggunya disini nih

Perjalanan laut ditempuh selama dua jam. Dua jam diatas kapal yang bunyi mesinnya meraung-raung ituu... sesuatu sekali.
Awalnya pulau itu Cuma terlihat seperti garis tipis, lalu seperti tumpukan pohon, dan akhirnya bener-bener kelihatan bentuk pulau utuhnya.
Seperti ini...

Semakin mendekati pulau, saranku jangan Cuma terpana sama pulaunya deh, jangan lupa lihat air laut dibawah kita. Pure blue... biru dan jernih. Ketika mendarat, bersiaplah untuk jatuh cinta, tapi sekali lagi, jangan Cuma terpaku memandangi keindahan pulaunya, lihat kebawah lagi. Kita tidak bisa mendarat dengan cantik seperti tuan putri turun dari kereta kuda. Melainkan, lipatlah celana anda sampai selutut, lepas alas kaki apapun yang anda gunakan, dan hup! Berjalan di air setinggi betis untuk sampai di darat. Hehe. But it’s ok, because the beautiful island is waiting for you over there!
Pernah nonton film Pirates of the Carabian yang ada adegan Jack Sparrow nyasar di pulau asing? Ya, pas saat perahu merapat, Cuma itu yang ada di pikiranku.
Seperti halnya kelamian yang berbanding lurus dengan kepolosan. Pulau ini alami bukan hanya pemandangannya saja, tapi juga penduduk yang mendiami. Begitu alami dan polos. Sederhana.

Dan juga jauh dari modernitas. Aku ingat waktu bak Eka menanyakan KTP pada sala seorang penduduk yang sudah lanjut usia, ibu itu menjawab, “Gebey napa KTP, ampon tua. (buat apa KTP, udah tua)”. Begitu juga dengan masalah pendidikan. Gak ada sekolah di pulau ini. Untuk bersekolah anak-anak pulau gili labak harus pergi keluar pulau, yaitu di pulau Puteran. Dan itu jauh loh untuk ukuran anak sekolah, khusunya SD. Intinya mereka harus tingggal di luar pulau untuk bisa bersekolah.
Air di tempat ini juga asin, jadi tips nya sih jangan lupa bawa air sendiri untuk keperluan cuci muka atau minum.
Sepulang dari pulau ini aku mendapat pelajaran bahwa hidup sederhana dan dekat dengan alam itu menyenangkan. Pulau ini mungkin terkesan terpencil dan tertinggal, tapi, masyarakat hidup tak kurang satu apapun. Alam selalu mencukupi kebutuhan manusia, selama manusia mau merasa cukup. J
Keramahan masyarakat Gili Labak ini membuatku nyaman. Ketika saatnya pulang, ketika kapal menjauh dan pulau itu terlihat semakin kecil, aku merasa seperti pergi meninggalkan rumah. Dan berdoa semoga suatu hari bisa kembali lagi. J

me in Gili Labak. narsis time... with the nature. yiihaaa



















Minggu, 09 November 2014

kaki terus berayun sampai batas langkah
panas aspal mengirimkan perih di kuli
mengelupaskan dengan ganas tanpa syarat
musim hujan datang
membalut telapak dengan lumpur
mengalirkan rasa beku
membuat kulit ujung jari berkerut resah
kaki ini tlah melewati dan bersahabat dengan musim apapun
musim berjalan bersama ribuan langkah kecilnya

Selasa, 04 November 2014

yang banyak atau tipis itu peluang.
yang tidak boleh berkurang itu niat
yang tidak boleh hilang itu harapan
yang tidak boleh dibuang itu semangat.
semangat desi.....
0,0000000 persen pun ayo jabanin

Sabtu, 01 November 2014

Sebagian orang bilang anak adalah anugerah dari Tuhan, sehingga ia dirawat dengan segenap cinta yang dipunya orangtuanya.
Di sepertiga malam, di setiap sujud, disela kegiatan sehari-hari banyak beterbangan doa-doa dan pengharapan perempuan-perempuan yang belum diizinkan Tuhan merawat seorang anak. sambil matanya berbinar ketika melihat ada anak kecil di sekitarnya.
Sementara banyak berita di televisi menyiarkan sesosok bayi ditemukan di dalam kantong plastik, di sungai dan entah masih banyak tempat lagi.
Jika saja seorang anak bisa memilih, dia akan memilih tumbuh besar dan hidup bersama orangtua yang menginginkan kehadirannya. Bukan yang menyia-nyiakannya.
Karena ia mestinya tumbuh ditengah kehangatan dan kasih sayang. Punya orang untuk menanyakan hal-hal baru, punya tangan untuk digandeng, punya raga untuk dipeluk, dan sebuah tangan yang mengelus lembut rambutnya.
Terlalu kompleks masalah anak yang ada di dunia ini. Namun indahnya, Tuhan membagi rata senyuman kepada mereka. dari sekian anak yang pernah ku temui, tidak ada yang kehilangan senyumnya. Dan aku selalu berharap begitu.
Berada di jurusan PGSD ini membuatku bertemu dan berinteraksi langsung dengan banyak anak, tentunya dengan karakter dan latar belakang keluarga yang bermacam-macam. Meski aku baru terjun. Dan ini adalah pengalaman awal. Dari sejak pertama kali terjun laangsung ke SD, ada beberapa anak yang membuat hatiku jungkir balik gak karuan memikirkan nasib mereka.
2012-12-14 07.56.40.jpgYang pertama adalah Muhammad Ghaffar.
Text Box: mengnakan kaos putih kombinasi orangeSekilas saat pertama bertemu dia sama saja dengan teman-temannya yang lain. Ketika ku sapa, dia tersenyum. Ku ajak bicara, dia tertawa sambil menggaruk-garuk kepalanya. Baru aku tahu bahwa dia bukan anak biasa. Dia luar biasa. Kita menyebutnya dengan sebutan tuna rungu. Dunianya tanpa suara dan tanpa kata. Cara berkomunikasinya berbeda dengan teman-temannya. Tapi mereka tetap bermain dengan bahasa yang sama, bahasa keceriaan.
Dari obrolan dengan orangtuanya, diketahui asal-usul kondisi Ghaffar yang sekarang. Dulu, ayahnya menjadi TKI ke luar negri. Sedang sang ibu berprofesi sebagai pedagang di pasar, berangkat pagi-pulang sore hari. Sehingga Ghaffar dirawat oleh neneknya. Sang nenek, tidak mengerti apa lah itu imunisasi dan sebagainya. Virus polio, bersarang ditubuh kecilnya. Mulanya ia tidak bisa berjalan sama sekali. setelah melakukan pengobatan, akhirnya di umur 6 atau 7 tahun Ghaffar bisa berjalan. Suatu kemajuan yang amat disyukuri oleh keluarganya, meski alat indranya tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini membuat sang ayah memutuskan untuk pulang dan merawat Ghaffar. Di tahun 2012, di usianya yang ke 11 tahun, Ghaffar masih duduk di kelas 1 SD. Guru-guru mengakui kesulitan dalam memberikan pelajaran, karena dia berbeda. Sehingga untuk Ghaffar diberikan cara khusus. Sedangkan saat ditanya mengapa tidak disekolahkan di SLB saja bu? Orangtuanya menjawab, “gak ada yang nganter mbak. Sudahlah yang penting Ghaffar sekolah, sama seperti anak-anak lainnya.”
Ghaffar tetap bermain dan tersenyum, tanpa merasa ada yang salah pada dirinya. Karena pada dasarnya dia memang tidak bersalah. Tidak sama sekali. ini adalah jalan hidup yang harus ditempuhnya. J
Yang kedua adalah Wildan Harish.
Pertama kali bertemu dengannya dia sedang duduk sendiri di bangku taman di  luar kelasnya. Sementara siswa yang lain di dalam kelas mengikuti pelajaran, bernyanyi bersama sang guru di dalam kelas.
Ku sapa dia, “kamu kok gak masuk?”
Dia hanya mengangkat bahu dan menggeleng.
“kamu gak suka nyanyi ya?” tebakku
Dia tersenyum dan mengangguk mantap
“sukanya ngapain?”
“masak” jawabnya sambil tersenyum lebar.
“oh ya? Bisa masak apa?”
Seketika itu juga aku dijelaskan panjang lebar tentang cara memasak omlet oleh seorang anak berseragam merah putih yang masih duduk di kelas empat sekolah dasar. Penjelasannya sangat benar dan berurutan. Semua bahan-bahan yang disebutkan tidak ada yang luput. Aku tersenyum geli tingkahnya.
Keesokan harinya aku  mendengar teman-teman PPL bercerita tentang, katanya anak paling nakal di kelas 4. Setelah mengetahui yang mereka maksud adalah Wildan, anak yang mengobrol denganku kemarin, aku tidak percaya dan justru heran, “nakal apanya?” pikirku dalam hati.
Dari obrolan dengan wali kelas 4 juga, mengatakan bahwa anak paling nakal di kelas itu adalah Wildan. Dan dia sengaja ditunjuk menjadi ketua kelas. Kurang lebih seperti ini tuturannya, “yang paling nakal di kelas itu si Wildan, dek. Kalau kamu bisa menaklukkan anak satu itu, sudah, aman kelas. Makanya dia sengaja saya pilih jadi ketua kelas.” Ibu terdiam sejenak, menarik nafas dan melanjutkan, “dia itu bukan Cuma nakal. Sudah berapa kali dia ketahuan mencuri uang teman-temannya. Padahal dia anak orang berada. Tapi dia memang tidak dirawat oleh orang tuanya. Dia yatim. Dan ibunya juga pergi bersama suami barunya. Ya begitulah jadinya anak itu.”
Di hari lain aku berbincang lagi dengan Wildan di tempat yang sama. Salah seorang guru yang lewat didepan kami berkata sambil menunjuk Wildan, “ini anak paling nakal bak disini.” Tidak salah lagi, bapa itu berbicara padaku. Aku hanya tersenyum.
Begitu juga dengan teman-temannya yang lain. Semua seolah sepakat mengecap dia adalah anak nakal. Padahal jelas-jelas semuanya sudah tahu latar belakang keluarganya, yang membuat dia mencari perhatian di luar.
Aku malah berpikir, jangan-jangan julukan “anak nakal” itulah yang membuatnya menjadi “anak nakal”.
Sampai sekarang Wildan masih menjadi “anak nakal” di mata orang-orang sekitarnya. Anehnya dimataku dan beberapa teman PPL dia adalah anak yang harus diberi perhatian lebih. Itu sebabnya kami dengan terbuka menyambutnya apabila dia datang menemui kami bahkan jika dia menanyakan atau membiacarakan hal sepele. Di mata kami dia anak yang aktif, dan cepat akrab dengan orang. pastilah di masa depan petemannya akan banyak dan pergaulannya luas.
Seorang anak tidak pantas dipersalahkan bahkan dalam hal kecil. Karena mereka sedang belajar. Belajar benar dari kesalahan yang dilakukannya.
Dan untuk Wildan, kuharap ia tidak tumbang oleh gempuran julukan negative yang ditujukan padanya. Semoga ia tumbuh besar bersama sifat-sifat positifnya. J
Senyum manis yang tulus, tingkah laku yang apa adanya, tawa yang lepas dan ceria, rasa ingin tahu dan semangat yang menggebu, semua ekspresi yang tanpa dibuat-buat. Aku masih heran jika ada orang yang tidak terenyuh hatinya. Untuk melindungi, membimbing, atau setidaknya tidak merusak kebahagiaan murni itu.


Sabtu, 11 Oktober 2014

kelas 1

malem minggu kembali spesial bagiku. Setelah sekian lama aku menduakannya dengan malam sabtu, sekarang malam minggu kembali menjadi satu-satunya malam kebebasan. Gak ada harus cepet tidur karena besok harus berangkat pagi. Ya, setelah seminggu ini kembali ke rutinitas jaman sekolah, akibat PPL 2 di SDN Pejagan 1.
Let me tell you my great experience di sekolah ini. Meskipun baru seminggu aku ngendon disana.
Sabtu 11 Oktober 2014. Di ruang kelas 1A. susana kelas rame, riuh, ricuh, tak terkendali. Mana gurunya? Gurunya ya ini, mahasiswa magang. Karena wali kelas 1A ada kepentingan di luar sekolah, beliau meminta kami menggantikannya. Kagok sumpah.
Mereka anak-anak yang cerdas dan aktif. Begitu diberi soal, semua semangat mengerjakan. Tapi setelah itu, mereka mulai tidak terkendali. Insting anak kecil menyuruh mereka berjalan, berlari saling mengejar, lompat-lompat, berteriak… hwaaaaaaaaa…… (bener2 sampe hauuus)
Empat orang guru di dalam, masih belum cukup. Padahal saat hari-hari biasa satu wali kelas saja sudah cukup. Haha,… dasar memang kami masih guru uji coba.
Seorang  anak duduk diatas meja. “nak, tempat duduk itu dimana?” tanyaku
Dengan tampang unyu gak berdosa, Dude, anak itu, menjawab “di kursi bu”
“iya. Kenapa kamu duduk di meja?”
Coba kamu bisa lihat langsung ekspresinya, ngegemesin gak nahaaan. Dengan mulut ternganga, mata terbelalak kaget disusul senyum malu seperti orang yang terbongkar rahasianya, “hah? Iya buuu… lupaaa” dengan cepat ia turun dan duduk di bangkunya.
Cerita lain dua anak perempuan yang duduk sebangku. Salah satu dari mereka nampak kebingungan sambil garuk-garuk kepala “bu… lihat stip saya nggak?”
Andai bukan anak kecil yang bertanya pasti aku menjawab “mana aku tau… stip, stip siapa nanyanya ke siapa”…
“tadi ditaruh dimana?”
“di kotak pensil bu…”
“coba yuk cari lagi”
Anak itu membuka-buka kotak pensil princess pink “gak ada bu…”
“mungkin jatuh…”
Dia langsung memeriksa dibawah bangku. Betapa polosnya… J
Akhirnya stip itu ditemukan di dalam kotak pensil teman sebangkunya. Dengan kaget teman sebangkunya berkata “loh iya… lupa…”
Dan wajahnya ceria kembali setelah menemukan stip yang dicari-carinya. Nih ya, kalo orang dewasa, tidak akan sesimpel itu. Pasti timbul prasangka segala macem. “kenapa stipku bisa di kotak pensilnya? Jangan-jangan….” (lanjutkan sendiri)
Lain lagi seorang anak yang menghampiriku dengan uang dua ribu rupiah di tangannya, “bu… saya nemu uang dua ribu”
“dimana?”
“disana bu. Eh, tunggu dulu bu, tak lihat dulu uangku ada apa enggak.” Dia merogoh saku celananya, dan mendapati uang dua ribu rupiah miliknya utuh “oh ada bu.. ini bukan uang saya. Ini bu” dia menyerahkan uang itu kepadaku.
Hal yang paling bikin shock adalah…. Saat muridmu berteriak memanggil, “bu… si Cinta nangis… dipukul sama bintang bu….” (wadawww.. tepok jidat di tempat deh bisa-bisa kalo gak nahan)
Well,, itu cerita hari pertama di kelas satu. Itu sih trouble-trouble nya. Selebihnya mengesankan sekali. J

Anak-anak… celotehnya, tingkahnya, siapa yang gak luluh? Siapa?

Selasa, 07 Oktober 2014

suntikan ya bu? :D

Hari PPL kedua di SDN Pejagan 1 Kecamatan Bangkalan. Setelah hari PPL pertama yang terasa begitu lama. Karena pada hari itu setelah acara penyambutan kegiatan kami masih sibuk mengatur administrasi dan sebagainya. Selain itu ya duduk bengong. Ngerumpi (ngegosip kali ya) and doing nothing. Ada sih tugas yang lebih berguna, jadi tukang mencet bel. Alhasil bel pulang menjadi satu-satunya suara yang dinantikan. haha
Hari kedua lebih berwarna. Kami mulai tahu apa yang harus dilakukan. Hari ini kami lebih merasa menjadi calon guru. Aku dan neng upi (motorku) tiba di pintu gerbang sekolah sekitar jam tujuh kurang beberapa menit (setelah gila-gilaan ngajak neng upi ngebut). Alhamdulillah, leganya bu guru desi tidak terlambat. J
Dengan senyum lega aku menuntun neng upi memasuki halaman sekolah. Disana sudah banyak siswa yang datang, sedang bermain menunggu bel masuk berbunyi. Well I am so surprised  ketika mereka bergerombol menghampiri kami (aku dan teman kelompok) dan satu-persatu menciumi tangan kami. yes, I am touched. Percayalah, ini adalah salah satu hal kecil yang berkesan. Cara terbaik untuk membuat calon guru seperti kami tersanjung dan melayang :D
ketua kelompokku, Farisi berkata “hebat ya gurunya. Coba aku punya murid-murid seperti ini. Yang dibutuhkan itu ya ini loh… bukan pinternya, tapi akhlaknya.” Dan aku meng-amini.
Dan ada sedikit cerita lucu juga dari Time, yang mengeluh tangannya jadi bau mi goreng gara-gara ada salah satu murid yang menyalimi tangannya dalam kondisi mulut masih penuh dengan mi. hahaha namanya juga anak-anak.
Itu respon dari siswa yang mengerti bahwa kedatangan kami ke sekolah mereka adalah sama dengan bapak ibu gurunya. Tapi untuk anak kelas satu dan kelas dua, lain lagi ceritanya.
Saat jam istirahat aku berdiri di dekat pintu kelas 1. Seorang anak dengan wajah lugunya bertanya kepadaku, “suntikan ya?”
Huahahhahahaha… jujur ingin sekali ketawa ngakak di depan anak itu, but I am in action now! Harus jaga sikaplah, dengan tersenyum aku menjawab “bukan”. Lalu anak itu tersenyum malu dan kembali ke kelasnya.
Menjelang habisnya waktu istirahat, aku berada di area dekat kelas dua. Lagi-lagi seorang anak berwajah polos bertanya, “suntikan ya bu?”
Apakah orang baru yang datang ke sekolah ini hanya petugas dari dinas kesehatan? Pikirku. Hehe
“bukan, sayang. Memangnya kenapa kalau disuntik?”
“gak mau, bu. Takut.”


Oke, kesimpulan dihari kedua PPL ini adalah penampilanku tidak seperti guru, tapi lebih seperti tukang suntik! Hahahaha

Kamis, 18 September 2014

“Tinggallah namamu,
tinggalkan cintamu,
tinggalkan semua yang dipunya diatas dunia
Hanyalah dirimu,
hanyalah amalmu,
hanyalah sepimu menemani kesunyian dia alam kuburrmu”

aku takut mati.
Mendengar lagu ini, aku membayangkan sepinya jasad yang ditidurkan dibawah tanah.
Aku takut mati.
Menyaksikan proses pemakaman, bagaimana jika tubuhku yang dimandikan dan dibungkus kain putih.
Aku takut mati.
Melihat foto mereka yang telah tiada, mungkin aku nanti akan menjadi kenangan pula.
Aku takut mati.
Berkumpul bersama orang-orang yang ku sayangi, rasanya aku tidak rela berpisah dengan mereka.
Aku takut mati.
Banyak orang yang berhasil meraih keinginannya, bagaimana kalau aku belum sempat melakukan apapun?
Aku takut mati.
Takut dosa-dosa menyeretku ke neraka, dan pahala tidak cukup menuntunku ke surga.
“Astaghfirullah…”

Selasa, 12 Agustus 2014

orangtua dan anak. seharmonis apapun hubungannya, akan selalu seperti ini:

"orangtua banyak memberi meski tidak merasa memberi.
seorang anak merasa banyak memberi meski hanya sedikit memberi."
:')

Jumat, 08 Agustus 2014

ada yang lebih menyenangkan daripada terwujudnya keinginan?
mungkin ada
mewujudkan keinginan orang yag kita sayang...


mama itu bukan tipe orang penuntut. kamu harus begini, kamu harus begitu. dia selalu bilang "sanapa'na be'na anggenna kuat gen dimma". pasti, ada keinginan dalam benaknya agar kami, anak-anaknya menjadi sesuatu seperti dalam bayangannya.
sore ini, dalam percakapan ringan di depan televisi mama mengatakan  harapannya tentang masa depanku. pastinya semua yang baik-baik akanku. aku menanggapinya dengan kalimat yang tidak pasti. takut tidak bisa memenuhi dan malah mengecewakannya."ya, doakan saja, ma..." hanya itu.

aku, adalah anak mama paling manja. kalau ditanya "apa yang sudah kamu lakukan untuk membahagiakan orangtuamu?" maka aku adalah orang yang tidak punya jawaban. tapi begitulah mama, selalu punya kalimat penyembuh untukku. dia berkata "yang penting kamu tidak membuat mama dan papa sedih, itu sudah cukup."
maka sejak saat itu aku berusaha memegang janji yang kubuat pada diri sendiri, don't make them sad, don't make them sad, don't make them sad.

dan, atas harapan mama sore tadi, aku mengamini.
Ya Allah...
untuk doa-doa tentang banyak keinginan yang kupanjatkan padaMu selama ini,
aku ingin merevisinya...
Ya Allah... tolong berikan jalanMu padaku untuk memenuhi keinginan mama...
dan, untuk keinginanku sendiri, kabulkan jika dapat membuat keluargaku bahagia.
Ya Allah...
satukan kebaikan dalam setiap keinginan kami...
Ya Allah... Kau tahu yang terbaik. :)




Minggu, 27 Juli 2014

catatan malam takbir

Malam ini, suara takbir dan suara petasan seperti bersaing. Sama-sama tidak mau kalah kencang. Rasa senang dan rasa sedihku, juga sedang bersaing. Muncul diwaktu yang sama.
Saat ini praktis hanya aku dan mbah yang ada dirumah ini. Ditemani suara takbir dan petasan yang saling menyahut itu. Ini adalah suasana malam takbir tersepi yang pernah kualami. Membuatku berpikir, sesepi inikah masa tua?
Yang aku tahu, mbahku punya enam anak, tapi mama bilang lebih dari enam, ada beberapa yang meninggal ketika bayi. Enam anak nyatanya tidak cukup sebagai bekal agar terhindar dari kesepian di masa tua. Kesedihan itu jelas sekali tersirat diwajah mbah, meski beliau tidak mengeluhkannya dengan satu kata pun. Seharian ini beliau memasak, menyapu, mengaji, dan beraktivitas seperti biasa. Sesekali beliau membicarakan anaknya satu-persatu, yang pastinya sedang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing juga. Dari itu saja, aku bisa tahu, beliau rindu berkumpul bersama mereka semua.
Duh, anak enam masih bisa kesepian, mengaca dari mbahku, apa aku nambah target jumlah anak ya? Hehehehehe
Dikeluargaku saja indikasi kesepian mulai terlihat… mbak-mbak merayakan lebaran di rumah mertua masing-masing… yeah.. gak bisa dihindari, sometimes it just to be happen… J
Saat ini, mama dan papa serta le’ mar udah dateng, kesedihanku sedikit berkurang. Keramaian mulai sedikit terlihat. Aku senang melihat wajah mbah mulai berbinar gembira.
Tapi, tetep masih ada sedihnya. Berpisah dengan Ramadhan selalu menyisakan satu sisi kesedihan dibalik rasa senang menyambut idul fitri esok hari. :’)

Ya Allah… pertemukan aku dengan Ramadhan tahun depan… aamiin.